Kamis, 30 Juni 2016

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR KRURIS DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Fraktur  merupakan ancaman  potensial atau  aktual  pada integritas individu yang dapat menyebabkan gangguan biologis maupun psikologis sehingga dapat menimbulkan respon berupa nyeri.(Andarmoyo, 2013). Keadaan nyeri bila  tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yaitu akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. (Helmi, 2012).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2009 terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar 46,2% dari insiden kecelekaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/ tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang(3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/ tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%).     Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2007 didapatkan sekitar 2.700 orang mengalami insiden fraktur, 46% penderita mengalami kecacatan fisik, 24% mengalami kematian, 25% mengalami kesembuhan dan 5% mengalami gangguan psikologis atau depresi terhadap adanya kejadian fraktur.
Berbagai penyebab fraktur cruris diantaranya cidera atau benturan, faktor patologik,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur cruris akan bertambah dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak, sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskkuler nekrosis. Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed union, non union atau bahkan perdarahan. Berbagai tindakan bisa dilakukan di antaranya rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Meskipun demikian masalah pasien fraktur tidak bisa berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah atau post operasi.
Fenomena yang ada dirumah sakit menunjukan bahwa pasien di rumah sakit mengalami berbagai masalah keperawatan diantaranya nyeri, kerusakan mobilitas, resiko infeksi, cemas, gangguan dalam beribadah dan deficit perawatan diri. Masalah tersebut harus di antisipasi dan di atasi agar tidak terjadi komplikasi.
Dalam upaya membantu klien memperoleh kenyamanan atau pulih dari rasa nyeri yang dirasakan, perawat harus memandang pengalaman nyeri dari sudut klien bukan dari sudut perawat sendiri. Pertama dengan pembersihan luka dan debridement teratur pada jaringan yang terinfeksi. Kedua dengan cara tekhnik relaksasi dan distraksi untuk mengalihkan perhatian rasa nyeri dan mengurangi ketegangan akibat rangsangan nyeri. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan keperawatan fraktur cruris dengan masalah keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri”.
1.2  Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri pada pasien berjenis kelamin laki-laki, usia 22-60 tahun. Dengan fraktur cruris dekstra tertutup di paviliyun asoka RSUD Jombang.

1.3  Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami fraktur cruris dengan gangguan rasa nyaman nyeri di ruang asoka RSUD Jombang.
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami fraktur cruris dengan gangguan rasa nyaman nyeri di ruang asoka RSUD Jombang.
1.4.2 Tujuan Khusus
                 a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami fraktur cruris dengan gangguan rasa nyaman nyeri di paviliyun asoka RSUD Jombang.
                 b. Mampu menetapkan diagnose keperawatan pada klien yang mengalami fraktur cruris dengan gangguan rasa nyaman nyeri di paviliyun asoka RSUD Jombang.
                 c. Mampu menyusun perencanaan keperawatan pada klien yang mengalami fraktur cruris dengan gangguan rasa nyaman nyeri di paviliyun asoka RSUD Jombang.
                 d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien yang mengalami fraktur cruris dengan gangguan rasa nyaman nyeri di paviliyun asoka RSUD Jombang.
                 e. Mampu melakukan evaluasi pada klien yang mengalami fraktur cruris dengan gangguan rasa nyaman nyeri di paviliyun asoka RSUD Jombang.  
1.5    Manfaat
Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi manfaat :
1.5.1 Manfaat Teoritis
Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri pada klien dengan fraktur kruris, serta melatih ketrampilan dalam menghadapi situasi nyata serta kemampuan dalam menerapkan teori yang telah diperoleh selama pendidikan.
1.5.2 Manfaat Secara Praktis
a.       Bagi Profesi keperawatan
Penulisan Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam menerapkan asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri pada klien dengan fraktur cruris .
b.       Bagi Rumah Sakit
Memberikan masukan dalam melaksanakan pelayanan keperawatan yang berorentasi pada masalah kesehatan guna memenuhi kebutuhan dasar manusia dan untuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan pada pasien fraktur cruris.
c.       Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai bahan perbandingan asuhan keperawatan pasien fraktur cruris satu dengan lainnya. Dapat pula menjadi bahan bacaan dalam menunjang proses belajar mengajar .
d.      Bagi Klien
Untuk memberikan informasi yang lebih jelas tentang fraktur

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1     Konsep Fraktur Cruris
2.1.1 Pengertian
     Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya konttinuitas tulang atau tulang rawan , umumnya di karenakan rudapaksa. Fraktur umumnya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik .Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut , keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap  (Mansjoer, 2008)
     Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang . Patahan tadi mungkin tidak lebih dari suatu retakan , suatu pengisutan asatu perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser . kalu kulit di atasnya masih utuh , keadaaan ini disebut fraktur tertutup (sederhana); kalau kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus , keadaan ini disebut fraktur terbuka (compound) yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi (Apley dan Solomon, 2013)
Fraktur kruris adalah terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula disertai kerusakan pada jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen tulang yang patah  dengan udara luar. Hal ini dapat disebabkan oleh suatu cedera dari trauma langsung yang mengenai kaki. Kondisi anatomis dari tulang tibia yang terletak di bawah subkutan memberikan dampak terjadinya resiko fraktur terbuka lebih sering dibandingkan tulang panjang lainnya saat terjadi trauma.
Tibia atau tulang kering merupakan kerangka utama dari tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau tulang betis. Pada kondisi klinik, kedua tulang ini dinamakan tulang kruris karena secara anatomis kedua tulang ini pada beberapa keadaan seperti pada trauma yang mengenai tungkai bawah kedua tulang ini sering mengalami fraktur. Pada kondisi trauma, anatomi tulang tibia yang sangat mendekati permukaan (karena hanya dilapisi oleh kulit) memberikan kemungkinan lebih sering terjadi fraktur. Otot-otot dan ligamen kaki secara fisiologis mampu menggerakkan berbagai fungsi dari telapak kaki.
2.1.2        Etiologi
1.   Cedera Traumatik
Cedera Traumatik pada tulang disebabkan oleh :
a.       Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan .Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya .
b.      Cedera tidak Langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan .
c.       Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat .
2.   Fraktur Patologik
Dalam Hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a.       Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif .
b.      Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progeresif , lambat dan sakit nyeri .
c.       Rakhitis ; suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya di sebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah .
3.      Secara Spontan
Di sebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas kemiliteran.
2.1.3   Klasifikasi Fraktur Kruris
Menurut Reeves. (2001)
Berdasarkan parahnya integritas kulit, lokasi, bentuk, patahan dan status kelurusan
1.    Fraktur tertutup ( simple )
Fraktur yang fragmen tulangnya tidak menembus kulit atau tidak menyebabkan robeknya kulit sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2.    Fraktur terbuka ( complete )
Fraktur yang mempunyai hubungan dngan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) dan berpotensial untuk terjadi infeksi.
3.    Fraktur komplit ( complete )
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan frgmen tulang biasanya berubah tempat atau mengalami pergeseran atau perpindahan posisi tulang.


4.    Fraktur tak komplit ( Incomplete )
Fraktur yang hanya melibatkan sebagian potongan menyilang tulang satu sisi patah yang lain biasanya hanya bengkok (green stick)

 Tipe fraktur yang berat.
1.    Greenstick
fraktur yang tidak sempurna dan biasanya sering terjadi pada anak-anak.
2.    Transversal
Fraktur luas yang melintang dari tulangf atau fraktur sepanjang garis tengah tulang
3.    Oblik
Fraktur yang memiliki arah miring.
4.    Spiral
Fraktur luas yang mengelilingi tulang.
5.    Kominutif
Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa frakmen.
6.    Depresi
fraktur ini terjadi pada tulang pipih, khususnya tulang tengkorak dimana kekerasan langsung mendorong bagian tulang masuk kedalam.
7.    Kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
8.    Avulsi
disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga menarik bagian tulang tempat tendon tersebut melekat. Paling sering terjadi pada bahu dan lutut, tetapi bisa juga terjadi pada tungkai dan tumit.
9.    Patologis
Fraktur terjadi pada penyakit tulang ( seperti kanker, osteoforosis ) dengan tak ada trauma, atau fraktur yang terjadi pada daerah tulang oleh ligamen atau tendo pada daerah perlekatannnya.



2.1.4 Tanda dan Gejala
1.        Nyeri
       Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai otot merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2.        Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus Yang teraba antara fragmen satu dan fragmen lainnya akibat gesekan (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
3.        Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tandaini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
4.        Pemendekan tulang (pada fraktur panjang)
Yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 cm sampai 5 cm (1 inchi sampai 2 inchi).
5.        Hilangnya fungsi dan deformitas (perubahan bentuk)
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fraktur pada ekstremitas deformitas (terlihat maupun teraba). Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.


2.1.5 Patofisiologi
Ketika tulang patah, periostium dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cedera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cedera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkan syok neurogenik (Mansjoer arief, 2008).
Sedangkan kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah cedera. Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah, kedalam jaringan lemak tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur.
Sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terdapat fibrin hematoma fraktur dan berfungsi sebagai jala-jala untuk membentuk sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku dan terjadi kerusakan jaringan menyebabkan nyeri. ( Mansjoer arief, 2008).


2.1.6        Pencegahan fraktur cruris
1.      Dengan membuat lingkungan lebih aman.
Langkah-langkahnya:
a.       Adanya pegangan pada dinding dekat bak mandi (bathtub).
b.      Melengkapi kamar mandi dengan pegangan.
c.       Menjauhkan kesed dan kendala lain dari daerah yang dialui pasien dengan masalah locomotor.
d.      Roda-roda kursi beruda harus dilengkapi rem.
e.       Mengajarkan kepada pasien yang harus memakai alat bantu ambulatori dan kursi beroda sehingga terampil.
2.      Mengajarkan kepada masyarakat secara berkesinambungan mengenai:
a.       Bahaya minum sambil mengemudi.
b.      Pemakaian sabuk pengaman.
c.       Harus berhati-hati pada waktu mendaki tangga, melaksanakan kegiatan dengan mengeluarkan tenaga atau alat berat.
d.      Mengunakan pakaian pengaman untuk pekerjaan berbahaya baik di rumah atau di tempat pekerjaan.
e.       Menggunakan pakaian pelindung pada saat berolah raga.
3.      Mengajarkan kepada para wanita mengenai masalah osteoporosis.
(Long, B. C., alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran, 1996: 356).

2.1.7   Pemeriksaan Penunjang
1.             Foto rontgen
a.         Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b.        Mengetahui tempat atau tipe fraktur biasanya diambil sebelum dan sesudah serta selama proses penyembuhan secara peiodik (bertahap).
2.             Artelogram bila ada kerusakan vaskuler
3.             Hitung darah lengkap HT mungkin terjadi (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada organ multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah kompensasi normal setelah fraktur.
4.             Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (X-ray). Hal yang harus dibaca pada X-ray :
a.       Bayangan jaringan lunak.
b.      Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periousteum atau biomekanik atau juga rotasi
c.       Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

5.             Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
a.       Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja, tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b.      Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah diruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
c.       Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d.      Computed tomografi-scanning : menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2.1.8        Penatalaksanaan
Kesembuhan Fraktur dapat didukung oleh aliran darah dan stabilitas ujung patahan yang baik .
Survei dan Resusitasi Primer
Setiap penderita yang miliki riwayat trauma pada tulang tibia-fibula dilakukan survei menyeluruh untuk mendeteksi adanya trauma multipel. Survei primer termasuk mengevaluasi dan resusitasi ABC serta perubahan GCS, untuk mendeteksi adanya trauma kepala. Penyelamatan jiwa penderita lebih utama sebelum memberikan intervensi pada cedera pada trauma kruris. Prinsip ini akan memberikan sikap agar petugas lebih waspada terhadap setiap perubahan yang terjadi pada pederita.
Berikut adalah beberapa intervensi prarumah sakit pada cedera kruris.
1.      Lakukan pengelolaan standar.
a.       Periksa ABCDE dan berikan terapi pada keadaan yang mengancam nyawa  terlebih dahulu,  hal tersebut dapat dimulai sebelum pemeriksaan selesai.
b.      Periksa dan dokumentasikan keadaan neurovaskular sebelum melakukan intervensi, termasuk memasang bidai. Periksa pulsasi perdarahan eksternal yang harus dihentikan, dan periksa sensoris serta motorik dari ekstremitas.
2.      Monitoring ketat TTV, GCS dan akses vena.
Monitoring ketat TTV, tingkat kesadaran, dan pemberian cairan melalui akses vena dilakukan selama prosedur transportasi ke rumah sakit. Intervensi ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kondisi syok . Pengelolaan respon nyeri dilakukan dengan memberikan analgesic secara intravena .
3.      Obsevasi dan Resusitasi Neuromuskuler
a.       Luka pada fraktur kruris terbuka ditutup dengan menggunakan kasa steril tebal kemudian difiksasi untuk mencegah perdarahan lebih lanjut . Apabila luka pada fraktur kruris terkontaminasi , maka lakukan irigasi dengan menggunakan cairan normal salin untuk membuang material besar yang berada pada permukaan luka .
b.      Periksa adanya tanda sindrom kompartmen
-          Pain ( nyeri lokal)
-          Pallor (pucat bagian distal)
-                                                 Pulselessness ( tidak ada denyut nadi, perubahan nadi , CRT >3detik pada bagian kaki distal)
-          Parasthesia ( tidak ada sensasi )
-          Paralysis ( kelumpuhan tungkai)
Pada kondisi didapatkan adanya tanda syndrom kompartemen, maka pertimbangkan lama waktu pascakejadian (mulai adanya tanda sindrom kompartemen) dengan lama waktu transportasi ke tempat rujukan. Apabila wak tu yang diperlukan melebihi masa golden periode (masa kemampuan jaringan yang mengalami iskemia, biasanya estimasi waktu sekitar 6 jam), maka pertimbangkan untuk dilakukan fasiotomi.
4.      Pengelolaan respons nyeri
Pengelolaan penurunan nyeri dapat dilakukan dengan pengaturan posisi dan imobilisasi disertai traksi, pemberian analgesik, dan dukungan psikologis. Pengaturan posisi dan imobilisasi dilakukan sesuai area fraktur, kemudian lakukan pembidaian untuk memudahkan transportasi.
2.2 Konsep nyeri
2.2.1    Pengertian nyeri
            Nyeri merupakan suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menimbulkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Prasetyo, 2010).
            Nyeri merupakan mekanisme protektif yang dimasudkan untuk menimbulkan kesadaran setelah atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood L, 2001).
            Peran perawat adalah mengidentifikasi dan mengobati penyebab nyeri dan berkolaborasi dengan medis untuk meredahkan dan menghilangkan nyeri . Perawat tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga profesional kesehatan yang lain, tetapi juga memberikan intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi yang sudah dijalankan, dan bertindk sebagai advokat pasien untuk intervensi tidak efektif. Selain itu, perawat berperan sebagai pendidik atau educator untuk pasien dan keluarga, mengajarkan mereka mengatasi penggunaan analgesik atau regimen pereda nyeri oleh mereka sendiri ketika memungkinkan.
2.2.2    Klasifikasi nyeri
            Secara kualitatif membagi nyeri menjadi dua jenis, yakni nyeri fisiologis dan nyeri patologis. Perbedaan utama antara kedua jenis nyeri ini adalah nyeri fisiologis sensor normal berfungsi sebagai alat proteksi tubuh. Sementara nyeri patologis merupakan sensor abnormal yang dirasakan oleh seseorangyang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah trauma dan infeksi bakteri ataupun virus ( Wolf, 1989).

2.2.3        Klasifikasi nyeri berdasarkan durasi
1.      Nyeri akut
            Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri yang berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan). Fungsi nyeri akut ialah memberi peringatan akan suatu cedera atau penyakit yang akan datang (Smeltzer, 2002).
2.      Nyeri kronik
            Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau interminten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama, intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan (Potter & Perry, 2005).
Nyeri kronik dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik nonmalignant dan malignan. Nyeri kronik nonmalignant merupakan nyeri yang timbul akibat cedera jaringan yang tidak progesif atau yang menyembuh,bisa timbul tanpa penyebab dan gejala misalnya nyeri pinggang bawah, dan nyeri yang didasari atas kondisi kronis, misalnya osteoarthtiris. Sementara itu nyeri maligna yang disebut juga nyeri kanker memiliki penyebab nyeri yang dapat diidentifikasi , yaitu terjadi akibat ada perubahan dari saraf. Perubahan ini terjadi bisa karea penekanan pada saraf akibat metastasis sel-sel kanker maupun pengaruh zat-zat kimia yang dihasilkan oleh kanker itu sendiri (Potter & Perry. 2005).

Perbandingan karakteristik nyeri akut dan yeri kronis
Karakteristik
Nyeri akut
Nyeri kronis
·         Tujuan atau keuntungan
·         Memperingatkan adanya cedara atau masalah
·         Tidak ada
·         Awitan
·         Mendadak
·         Terus menerus atau intermiten
·         Intensitas
·         Ringan sampai berat
·         Ringan sampai berat
·         Durasi
·         Durasi singkat (dari beberapa detik sampai 6 bulan)
·         Durasi lama 6 bulan atau lebih)
·         Respons otonom
·         Konsisten dengan respons stress simpatis
·         Frekuensi jantung meningkat
·         Volume sekuncup meningkat
·         Tekanan darah meningkat
·         Dilatasi pupil meningkat
·         Motalitas gastrointestinal menurun
·         Aliran saliva menurun (mulut kering)
·         Tidak ada respons otonom
·         Komponen fisiologis
·         Ansietas
·         Depresi
·         Mudah marah
·         Menarik diri dan minat dunia luar
·         Menarikdiri dari persahabatan
·         Respons jenis lainnya

·         Tidur terganggu
·         Libido menurun
·         Nafsu makan menurun
·         Contoh
·         Nyeri badan, trauma
·         Nyeri kanker, arthritis, neuralgia trigeminal
(Dikutip dari Porth CM. Pathopysiology: Concepts of Altered of Health State, Philadelphia, JBLippincott 1995 dalam Smeltzer, 2002.

2.2.4        Penilaian respons intensitas nyeri
Skala penilaian numerik ( Numerical rating scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Pembangian tingkat nyeri yaitu, angka 0 : tidak nyeri, angka 1-3 : nyeri ringan, angka 4-6 : nyeri sedang, angka 7-9 : nyeri berat, angka 10 : nyeri sangat berat (Perry dan Potter, 2006).

2.3      Asuhan Keperawatan Fraktur Cruris
2.3.1        Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien ( Setiadi , 2012) . Pengkajian  merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan peengumpulan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada. (Alimatul Aziz, 2006 : 85).
2.3.2                    Anamnesa
1. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
 a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. Pada klien dengan fraktur tertutup biasanya tidak memiliki masalah terhadap status kesadaran terkecuali pada pasien dengan hipovolemia akibat perdarahan.
b.   Tanda-tanda vital : Temuan hipotensi, takikardia, takipneu, hipotermia pada pasien trauma dapat menjadi data pendukung bahwa pasien sedang berada dalam keadaan syok hipovolumia. ( Willkinson & Skinner, 2000 )

2. Pemeriksaan Had To Toe Pada Pasien Fraktur Kruris
a.       Kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh kepala untuk adanya pigmentasi, nyeri tekan, pigmentasi, laserasi, massa, kontusio, fraktur dan luka ruam ( Delp & Manning , 2004)
b.      Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
c.       Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan)
d.      Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
e.       Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
f.       Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
g.      Leher
Tidak ada gangguan pada kesimetrisan leher, tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid, tidak ada bendungan pada vena jugularis.
h.      Dada
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i.        Paru
-    Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
-   Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus teraba sama.
-   Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
-   Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
j.        Jantung
-       Inspeksi
Tidak tampak iktus cordis .
-    Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
-    Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k.      Abdomen
-       Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada asietes.
-       Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, tidak ada nyeri tekan hepar , lien dan mc bourney .
-       Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
-       Auskultasi
Peristaltik usus normal.
l.        Ektremitas Atas & Ekstremitas bawah
-      Inspeksi
Tidak ada kesimetrisan antara ekstremitas bawah kiri dan kanan, terdapat memar sebagai akibat dari trauma . terdapat benjolan, cekungan, pembengkakan, dan hal-hal yang tidak biasa. terjadi perubahan suhu di sekitar daerah ekstremitas.
-      Palpasi
Terdapat pada ekstremitas yang sakit terasa nyeri apabila ditekan bahkan disentuh. Terdapat kekakuan otot, menunjukkan penurunan gradasi tingkat kekuatan otot. 
m.    Anus & Genetalia
-       Banyak pasien fraktur yang mengeluh konstipasi karena dampak imobilisasi.

2.3.3                    Diagnosa Keperawatan
            Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan potensial atau aktual.(Carpenito, 2007).
1.        Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka.
2.        Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot.
3.        Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskular.
4.        Resiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan dengan perawatan post op.
5.        Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman terhadap konsep diri.
6.        Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan.
7.        Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan pengobatan sehubungan dengan kurangnya informasi. (Dongoes, Marilynn E, 2000 : 761).

2.3.4 Intervensi asuhan keperawatan pada fraktur cruris
           Perencanaan merupakan  suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang membutuhkan berbagai pengetahuan dan keterampilan, diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktik keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi keperawatan, dan bekerja sama dengan tingkat kesehatan lain (Alimatul Aziz, 2006).
1.      Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
a.       Menyatakan nyeri hilang, menunjukan tindakan santai.
b.      Mampu mengenali nyeri (skala,intensitas, frekuensi dan tanda nyeri).
c.       Mampu mengontrol nyeri.
d.      Melaporkan bahwa nyeri berkurang.



Intervensi :
a.       Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat,
Rasional : Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan jaringan yang cidera.
b.      Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meninggikan aliran balik vena, menurunkan odema, dan menurunkan nyeri.
c.       Tinggikan penutup tempat tidur : pertahankan linen terbuka pada ibu jari kaki.
Rasional : Mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena peningkatan karena tekanan selimut pada bagian yang sakit.
d.      Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (0-10), perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosional/perilaku).
Rasional : Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi terhadap nyeri.
e.       Jelaskan prosedur sebelum memulai.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
f.       Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri. (Dongoes Marilynn E 2000 : 767).
2.3.5  Implementasi
              Merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah diencanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam hal ini perawat harus mengetahui  berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien,teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak–hak pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi. (A. Aziz Alimatul, 2009 : 112).
            Implementasi merupakan Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Fokus dari intervensi keperawatan antara lain :
-                                     Mempertahankan daya tahan tubuh .
-                                     Mencegah komplikasi.
-                                     Menemukan perubahan sistem tubuh .
-                                     Menetapkan hubungan klien dengan lingkungan .
-                                     Implementasi pesan dokter . (Setiadi , 2012 )
2.3.6  Evaluasi
            Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara malakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menggabungkan tindakan kepearawatan pada kriteria hasil.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan belangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (A. Aziz Alimatul, 2009 : 122
            Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan yang lain. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan. (Setiadi , 2012).
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1       Desain Penelitian

                        Desain Penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian, yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi hasil. Istilah desain penelitian digunakan dalam dua hal; pertama, desain penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data (Nursalam, 2008).

Metode dalam penyusunan studi kasus ini adalah deskriptif dan merupakan bentuk studi kasus dalam melaksanakan asuhan keperawatan  pada suatu kasus , dimana mengunakan pendekatan proses keperawatan dan menjabarkan pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien Fraktur Kruris Dekstra Tertutup dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pada Pasien berjenis kelamin laki – laki , usia 22 – 60 tahun di Paviliun Asoka RSUD Jombang .       

.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.7.1        Lokasi Penelitian
Studi Kasus ini dilakukan di Paviliun Asoka RSUD Jombang.
3.7.2    Waktu Penelitian
Studi kasus ini dilakukan sejak pasien pertama kali MRS sampai pulang dan atau pasien yang dirawat minimal 3 hari . Jika sebelum 3 hari pasien sudah pulang, maka perlu penggantian pasien lain yang sejenis.
3.3 Subyek Penelitian
            Subyek penelitian dalam studi kasus ini adalah dua pasien ( dua kasus ) dengan masalah keperawatan yang sama yaitu  klien Fraktur Kruris Dekstra Tertutup dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pada Pasien berjenis kelamin laki – laki, usia 22 – 60 tahun di Paviliun Asoka RSUD Jombang. 
3.4 Pengumpulan Data
            Adapun cara pengumpulan data pada penyusunan studi kasus ini adalah sebagai berikut :
  1. wawancara
Pembicaraan yang mengarah pada arah tertentu yang dilakukan pada pertemuan tatapmuka, wawancara dapat dilakukan secara formal maupun nonformal (lismidar,1990)
  1. observasi
Pengumpulan informasi melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan alat perasa. data yang didapat harus obyektif agar dapat dimengerti oleh orang lain (lismidar,1990). Tekhnik pengkajian dibagi atas data primer dan sekunder.
a.       Data Primer : sumber infomasi, yang langsung berasal dari yang mempunyai wewenang dan bertanggung jawab terhadap data tersebut misalnya pasien.
( Nasrul Effendy , 1995).
b. Data sekunder : sumber informasiyang bukan dari tangan pertama dan bukan mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhdap informasi atau dari data tersebut . misal catatan medis, status pasien, catatan perawatan, dan perawat. ( Nasrul Effendy , 19995)
c. Dokumentasi
Mempelajari kasus baik dari catatan perkembangan di rung rawat inap , maupun dari catatan medik.
3.5 Uji Keabsahan Data
            Demi terjaminnya keakuratan data, maka peneliti akan melakukan keabsahan data. Data yang salah akan menghasilkan penarikan kesimpulan yang salah, demikian pula sebaliknya, data yang sah akan menghasilkan kesimpulan hasil penelitian yang benar. Alwasilah dalam Bachri (2010:54) menjelaskan bahwa “tantangan bagi segala jenis penelitian pada akhirnya adalah terwujudnya produksi ilmu pengetahuan yang valid, sahih, benar dan beretika”.
Kebenaran atau validitas harus dirasakan merupakan tuntutan yang terdiri dari tiga hal menurut Alwasilah (dalam Bachri, 2010:54) “yakni: 1) deskriptif, 2) interpretasi, dan 3) teori dalam penelitian kualitatif”. Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaaan data didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Menurut Bachri (2010:55) ada 4 (empat), yaitu:
1. Derajat kepercayaan (credibility)
Pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari non kualitatif. Fungsinya untuk melaksanakan inkuiri sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai dan mempertunujukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.
2. Keteralihan(transferability)
3. Kebergantungan (dependabiliy) 
Merupakan substitusi istilah realibilitas dalam penelitian non kualitatif, yaitu bila ditiadakan dua atau bebrapa kali pengulangan dalam kondisi yang sama dan hasilnya secara esensial sama. Sedangkan dalam penelitian kualitatif sangat sulit mencari kondisi yang benar-benar sama. Selain itu karena faktor manusia sebagai instrumen, faktor kelelahan dan kejenuhan akan berpengaruh.
4. Kepastian (confirmability) 
Pada penelitian kualitatif kriteria kepastian atau objektivitas hendaknya harus menekankan pada datanya bukan pada orang atau banyak orang.
Selain itu, dalam keabsahan data ini juga dilakukan proses triangulasi. Menurut William Wiersma dalam Sugiyono (2007:372)

3.6 Analisis Data
Analisis data merupakan proses sistematis yang berlangsung terusmenerus bersamaan dengan pengumpulan data (Daymon, 2008). Dalam menganalisis data, peneliti akan melakukan analisis data di lapangan. Salah satu analisis data di lapangan yang akan dipakai  yaitu analisis data dari
Miles and Huberman, yang telah dikutip oleh Sugiyono (2011). Aktifitas analisis data yang akan dilakukan yaitu  data reduction, data display,  dan  conclusion drawing/verification.

 1. Data Reduction (Reduksi data).
Merupakan kegiatan merangkun, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya.
2. Data Display (penyajian data).
Menurut Miles and Huberman, yang  paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
3. Conclusion Drawing/verification.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada :
  • Data collection
  • Data reduction
  • Data display

3.7    Etika Penelitian
3.7.1    Informed Consent
            Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden. Informed Consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya.

3.7.2 Anonimity (tanpa nama)
            Masalah etika merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama. Responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3.7.3 Confidentiality (kerahasiaan)
            Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2009).