Kamis, 30 Juni 2016

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CVA DENGAN HAMBATAN MOBILITAS FISIK



BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Mobilitas fisik merupakan proses yang kompleks yang membutuhkan adanya koordinasi antara sistem muskuluskelektal dan sistem saraf (Potter, Patricia A dan Anne G.Perry, 2010). Hambatan mobilitas fisik dapat terjadi pada pasien dengan CVA karena kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.  Hambatan mobilitas fisik merupakan akibat dari lesi korteks batang otak, medulla spinalis, ujung sel anterior, saraf perifer, maupun penghubung saraf otot atau otot. Karena neuron motor atas menyilang,  kelemahan pada salah satu sisi tubuh pasien dengan CVA dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Hambatan mobilitas fisik umumnya adalah hemiplegia karena adanya lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis adalah tanda yang lain (Smeltzer Suzanne C dan Brenda G.Bare, 2001).
Widarti mita (2013) yang melaporkan Penelitian  tahun 2007 oleh auryn menyatakan bahwa, di amerika kurang lebih 5 juta orang mengalami CVA tiap orang dan setiap tahun meningkat 750 ribu kasus, sedangkan di asia khususnya Indonesia diperkirakan setiap tahun ada 500 ribu orang mengalami CVA dan sekitar 2,5 persen diantaranya meninggal dunia dan sisanya mengalami kecacatan fisik atau hambatan mobilitas fisik. Sedangkan berdasarkan data yang di peroleh dalam 3 bulan terakhir mulai dari tanggal 01-Maret-2015 sampai tanggal 12-Mei-2015 di ruang paviliun flamboyan, terdapat 235 penderita CVA yang di rawat di ruang paviliun flamboyan RSUD Jombang. Terdiri dari 140 penderita CVA nonhemoragi dan 95 penderita CVA hemoragi. Dan dari 140 penderita CVA nonhemoragi hampir seluruhya mengalami hambatan mobilitas fisik.
CVA disebabkan oleh trombosis, emboli, hypoperfusi sistemik, perdarahan subaracnoid, perdarahan intracerebral (Tarwoto et al, 2007). CVA mengakibatkan mengakibatkan lesi batang otak sehingga tubuh kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik dan mengakibatkan terjadinya hambatan mobilitas fisik. Dampak yang terjadi pada pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik adalah perubahan muskuluskelektal, perubahan sistem metabolisme, perubahan sistem pernafasan, perubahan kardiovaskular, perubahan sistem eliminasi urine, perubahan integumen, perubahan psikososial (Potter, Patricia A dan Anne G.Perry, 2010).
Penatalaksanaan pasien CVA dengan hambatan mobilitas adalah kaji fungsi motorik, mengubah posisi setiap 2 jam, letakkan pasien pada posisi telungkup jika mentoleransi, letakkan papan penyangga pada kaki saat pasien tidur di tempat tidur, lakukan latihan pergerakan sendi atau ROM, letakkan bantal pada ketiak diantara lengan atas, observasi daerah yang tertekan, observasi tanda-tanda vital, anjurkan pasien untuk latihan menggunakan ekstermitas yang sehat untuk menggerakkan anggota tubuh yang lemah, kolaborasi dengan fisioterapi (Doenges Marilynn e et al,1999).
Berdasarkan data di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti masalah tentang “ Asuhan keperawatan pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik“.

1.2  Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada pasien CVA non hemoragi dengan hambatan mobilitas fisik di ruang paviliun Flamboyan RSUD Jombang, usia lebih dari 50 tahun dengan jenis kelamin laki-laki.
1.3  Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik di ruang paviliun flamboyan RSUD jombang ?
1.4  Tujuan Penelitian
1.4.1  Tujuan Umum
Melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan standar pelayanan asuhan keperawatan pada pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik menggunakan pendekatan keperawatan dan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP di ruang paviliun flamboyan.
1.4.2  Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian data secara subjektif dan objektif pada pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik di ruang paviliun flamboyan.
b.Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada  pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik di ruang paviliun flamboyan.
c. Menyusun rencana keperawatan pada pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik di ruang paviliun flamboyan.
d.            Melaksanakan rencana keperawatan pada pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik di ruang paviliun flamboyan.
e. Mengevaluasi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik di ruang paviliun flamboyan.
1.5  Manfaat Penelitian
1.5.1  Manfaat Teoritis
Sebagai bahan kajian terhadap materi asuhan keperawatan pada pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik.
1.5.2  Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
      Dapat mempraktekkan teori yang didapat secara langsung dilapangan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien CVA dengan hambatan mobilitas fisik.
b.Bagi Lahan (Rumah Sakit)
      Dapat dijadikan sebagai acuan untuk dapat mempertahankan maupun meningkatkan mutu pelayanan, terutama dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien CVA.
c. Bagi Institusi
      Sebagai bahan kajian terhadap materi asuhan keperawatan serta referensi bagi mahasiswa dalam memahami asuhan keperawatan pada pasien CVA secara komprehensif. Serta dapat digunakan sebagai bahan ajar dalam materi perkuliahan.
d.            Bagi Klien
      Klien mendapatkan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar asuhan keperawatan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Tinjauan Teori
2.1.1        CVA
a)      Pengertian
Stroke (CVA) adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Nuratif amin huda dan Hardi kusuma, 2013).
Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer Suzanne C dan Brenda G.Bare, 2001).
CVA adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah diotak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan dan kematian (Batticaca Fransisca B, 2012).
CVA adalah suatu sindroma yang mempunyai karakteristik suatu serangan yang mendadak, nonkonvulsif yang disebabkan karena gangguan peredaran darah otak non traumatik (Tarwoto et al, 2007).
b)     Klasifikasi
Menurut Batticaca Fransisca B (2012), CVA dibagi menjadi 2 :
a.    CVA hemoragi (bleeding) adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus ini terjadi pada penderita hiperetensi. Stroke hemoragi di bagi menjadi 2 :
1)   Hemoragi intraserebral : perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.  Gejalanya :
a.       Tidak jelas, kecuali nyeri kepala hebat karena hipertensi.
b.      Serangan terjadi pada saat beraktivitas, dan emosi atau marah.
c.       Mual atau muntah pada permulaan serangan.
d.      Hemiperesis atau hemiplegia terjadi sejak awal serangan.
e.       Kesadaran menurun dengan cepat dan menjadi koma.
2)   Hemoragi subarachnoid : perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak). Gejalanya :
a.       Nyeri kepala hebat dan mendadak.
b.      Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
c.       Papiledema terjadi bila ada perdarahan subaracnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.
b.    CVA non hemoragi (infark) adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau seluruhnya terhenti. CVA atau Stroke iskemik dibagi menjadi 3:
1)   Stroke trombotik : proses terbentuknya trombus yang membuat penggumpalan.
2)   Stroke embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3)   Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
Diagnosa Banding

Kriteria perbedaan
Stroke hemoragik
Stroke iskemik
Parencymatous hemorrhage
Subaracnoid hemorrhage
Trombosis of cerebral  vessels
Embolism of cerebral  vessels
Usia
45-60 th
20-40 th
50 th
Tidak penting pada sumber emboli
Tanda awal
Sakit kepala menetap
Sakit kepala sementara
Serangan TIA (iskemik sementara)
Tidak sakit kepala
Wajah
Hiperemi pada wajah,injeksi konjungtiva
Hiperemi pada wajah,tampak blefarospasme
Pucat
Pucat
Saat  timbulnya penyakit
Mendadak, kadang pada saat melakukan aktivitas  dan adanya tekanan mental
Mendadak, merasa ada tiupan di kepala
Secara perlahan, sering pada malam hari atau menjelang pagi
Mendadak
Gangguan kesadaran
Penurunan kesadran mendadak
Gangguan kesadran yang reversible
Kecepatanya menurun sesuai dengan memberatnya defisit neurologis
Sering pada awal kejadian atau perubahan yang terjadi sesuai dengan beratnya defisit neurologis
Sakit kepala
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Jarang
Jarang
Motor excitation
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Jarang
Jarang
Muntah
70-80%
>50%
Jarang 2-5%
Kadang-kadang (25-30%)
Pernapasan
(breathing)
Irreguler,mengorok
Kadang cheyne-stokes kemungkinan bronchorrea
Jarang terjadi gangguan pada kasus proses hemisfer
Jarang terjadi gangguan pada kasus proses hemisfer
Nadi (pulse)
Tegang braadikardi lebih sering dari pada takikardi
Kecepatan nadi 80-100x/mnt
Mungkin cepat dan halus
Bergantung pada etiologi penyakit jantung
Jantung (heart)
Batas jantung mengalami dilatasi, tekanan aorta terdengar pada bunyi jantung ll
Patologi jantung jarang
Lebih sering kardiosklerosis, tanda “hipertonik” jantung
Alat jantung, endokarditis,aritmia kardiak
Tekanan darah (blood plessure)
Hipertensi arteri
Jarang meningkat (mungkin menetap tak berubah)
Bervariasi
Bervariasi
Paresis atau plegia ekstremitas
Hemiplegia dengan aktifitas berlebih,ekstensi abnormal
Bisa tidak ada, jaramg pada lutut
Hemiparesis lebih prominen pada salah satu ekstremitas bisa mengarah ke hemiplegia
Hemiparesis,kelemahan disalah satu ekstremitas lebih tampak dari pada yaang lainya. Kaadang-kaadang mengarah ke hemiplegia
Tanda patologi
Kadang-kadang bilateral,tampak lesi pada salah satu sisi serebral
Kadang-kaadang mengarah ke bilateral
Unilateral
Unilateral
Rata-rata perkembangan penyakit
Cepat
Cepat
Secara perlahan
Cepat
Serangan
Jarang
30%
Jarang
Jarang
Tanda awal iritasi meningeal
Kadang-kadang
Hampir selalu
Jarang
Jarang pada gejala awal penyakit
Pergerakan mata
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Kadang-kadang
Jarang
Cairan serebrospinal
Berdarah atau xnthocromic dengan peningkatan tekanan
Kadang-kadang perdarahan
Tidak berwarna dan jernih
Tidak berwarna dan jernih
Fundus mata
Kadang-kadang perdarahan dan perubahan pembuluh darah
Jarang perdarahan
Perubahan sklerotik pembuluh darah
Perbedaan perubahan pembuluh darah (aterosklerosis dan vaskulitis)
Echo-EG
Terdapat tanda pergantian M-echo dan hematoma
Tidak terdapat tanda pergantian M-echo  di edema otak dan hipertensi intrakranial
Tidak terdapat tanda pergantian M-echo atau kemungkinan pergantian hingga 2mm keutuhan hemisfer pada hari pertama serangan stroke
Tidak terdapat tanda pergantian M-echo atau kemungkinan pergantian hingga 2mm keutuhan hemisfer pada hari pertama serangan stroke
Tabel 2.1 Diagnosa banding dan perbedaan bentuk stroke (Batticaca Fransisca B, 2012)
c)      Penyebab
1.    Menurut Tarwoto et al, (2007), penyebab CVA adalah :
a.    Trombosis
b.    Emboli
c.    Hypoperfusi sistemik
d.   Perdarahan subaracnoid
e.    Perdarahan intracerebral
2.    Menurut Nuratif amin huda dan Hardi kusuma (2013), faktor resiko CVA dibedakan menjadi 2 :
a.    Faktor yang dapat dirubah :
1)      Hipertensi
2)      Penyakit jantung
3)      Kolestrol tinggi
4)      Obesitas
5)      Stress emosional
6)      Gaya hidup (merokok,minum alcohol, obat-obatan terlarang, kurang olah raga)
b.  Faktor yang tidak dapat dirubah:
1)      Keturunan
2)      Jenis kelamin (pria ditemukan sering terjadi stroke dari pada laki-laki)
3)      Usia (semakin tua semakin besar resiko terkena stroke).
d)     Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung.
Arterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri.
Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien menunjukkan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau encephalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arterosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian yang disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Pembesaran darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nucleus kaudatus, thalamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversible untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin Arif, 2012).
e)      Tanda dan Gejala
Menurut Nuratif Amin Huda dan Hardi Kusuma (2013), tanda dan gejala CVA adalah :
1)        Tiba tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan.
2)        Bicara pelo
3)        Gangguan penglihatan
4)        Gangguan bicara
5)        Gangguan daya ingat
6)        Nyeri kepala hebat
7)        Vertigo
8)        Penurunan kesadaran
9)        Proses kencing terganggu
10)    Gangguan fungsi otak
f)       Komplikasi
Menurut Smeltzer Suzanne C dan Brenda G.Bare (2001), komplikasi CVA adalah :
1)    Hipoksia serebral
2)    Penurunan aliran darah serebral
3)    Embolisme serebral
g)      Pemeriksaan Diagnostik
a.   Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada klien CVA adalah (Batticaca Fransisca, 2012) :
1.      Angiografi serebral. Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya pertahanan atau sumbatan arteri.
2.      Computer Tomography (CT-Scan) mengetahui adanya tekanan normal dan adanya thrombosis, emboli serebral, dan tekanan intracranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid dan perdarahan intracranial.
3.      Magnetic Resonance Imaging (MRI). Menunjukkan daerah infark, perdarahan, malformasi arteriovena (MAV).
4.      Ultrasonografi Doppler (USG Doppler). Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis[aliran darah atau timbulnya plak] dan atreriosklerosis.
5.      Elektroensefalogram (EEG). Mengidentifikasi masalah pada gelombang otak dan memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
6.      Sinar Tengkorak. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada thrombosis serebral, kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaracnoid.
b.      Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan adalah (Batticaca Fransisca, 2012) :
1.      Darah Rutin
2.      Gula Darah
3.      Urin rutin
4.      Cairan serebrospinal
5.      Analisa gas darah (AGD)
6.      Biokimia darah
7.      Elektrolit
h)     Penatalaksanaan CVA
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke (Tarwoto et al, 2007) :
a.         Stroke Hemoragi
1.        Antihipertensi : Captropil, antagonis kalsium.
2.        Deuritik : Manitol, furosemide.
3.        Antikonvulsan : fenitoin.
b.         Stroke Nonhemoragi
1.        Pemberian Trombolisis
2.        Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia jantung atau alfa beta, captropil, antagonis kalsium pada pasien dengan hipertensi.
i)        Masalah Keperawatan yang Muncul
1)        Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangan keseimbangan, dan cedera otak.
2)        Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret.
3)        Kurang perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke.
4)        Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perubahan intraserebral, peningkatan TIK.
5)        Resiko cedera berhubungan dengan paralisis.

2.1.2        Mobilitas Fisik
a)      Pengertian
Mobilisasi atau mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya (Hidayat  A.Aziz Alimul, 2008).
Mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya (Hidayat A.Aziz Alimul dan Uliyah musrifatul, 2012).
b)     Jenis Mobilitas
Menurut Hidayat A.Aziz Alimul (2008), mobilitas dibagi menjadi 2, yaitu :
1.        Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2.        Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Pasien paraplegia dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan control motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
a.       Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversible pada sistem muskuloskelekta, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b.      Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang bersifat menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversible, contohnya terjadinya hemiplegia pada pasien CVA, paraplegia karena cedera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
c)      Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas dan imobilitas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya gaya hidup, proses penyakit, kebudayaan, tingkat energi dan usia. Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas dan imobilitas, hal ini karena dampak perilaku/kebiasaan sehari-hari. Proses penyakit atau injuri, dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi budaya, contohnya budaya orang sering jalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat atau ketika mengalami gangguan mobilitas saat sakit. Energi adalah sumber untuk melakukan mobilisasi dengan baik maka membutuhkan energi yang cukup. Usia dan status perkembangan, kemampuan mobilisasi pada tingkat usia berbeda, hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak (Hidayat A.Aziz Alimul, 2008).
d)     Dampak Hambatan Mobilitas Fisik
Dampak dari hambatan mobilitas fisik dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan sistem integumen terjadi penurunan elastisitas kulit karena sirkulasi darah akibat hambatan mobilitas dan terjadi iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka dekubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan, perubahan eliminasi, perubahan dalam sistem metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, perubahan sistem pernafasan, gangguan sistem muskuloskelektal (Hidayat A.Aziz Alimul dan Uliyah musrifatul, 2012).
e)      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien CVA dengan hambatan mobilitas fisik (Doenges Marilynn e et al, 1999) :
1)        Bina hubungan saling percaya.
2)        Kaji fungsi motorik.
3)        Ubah posisi klien setiap 2 jam.
4)        Letakkan pasien pada posisi telungkup jika mentoleransi.
5)        Letakkan papan peyangga pada kaki saat tidur di tempat tidur.
6)        Letakkan bantal pada ketiak diantara lengan atas.
7)        Observasi daerah yang tertekan.
8)        Lakukan latihan pergerakan sendi atau ROM.
9)        Obsevasi tanda-tanda vital.
10)    Anjurkan pasien untuk latihan menggunakan ekstermitas yang sehat untuk menggerakkan anggota tubuh yang lemah.
11)    Kolaborasi dengan fisioterapi.
f)       Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi hambatan mobilitas fisik adalah (Hidayat A.Aziz Alimul, 2008) :
1)        Peningkatan fungsi sistem tubuh.
2)        Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot.
3)        Peningkatan fungsi motorik.
4)        Tidak adanya luka tekan.
g)   Range Of Motion (ROM)
Range of motion (ROM), menurut Hidayat, A.Aziz Alimul., Musrifatul Uliyah (2012) :
A.  ROM Lengan atas :
1.    Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan.
3)   Atur posisi lengan pasien menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk.
4)   Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain memegang pergelangan tangan pasien.
5)   Tekuk telapak tangan pasien kedepan sejauh mungkin.
6)   Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak pergelangan dan kekakuan sendi.
7)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.1 Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
2.    Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan.
3)   Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh dengan siku menekuk.
4)   Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
5)   Putar lengan bawah pasien kea rah kanan atau kiri.
6)   Kembalikan ke posisi awal sebelum dilakukan pronasi dan supinasi.
7)   Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak lengan bawah dan kekakuan.
8)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.2 Pronasi dan supinasi lengan bawah (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
3.    Fleksi Bahu
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan.
3)   Atur posisi tangan pasien di sisi tubuh pasien.
4)   Letakkan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
5)   Angkat lengan pasien pada posisi awal.
6)   Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak bahu dan kekakuan.
7)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.3 Fleksi bahu (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
4.    Fleksi dan ekstensi siku
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan
3)   Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan telapak mengarah ke tubuh pasien. Letakkan tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
4)   Tekuk siku pasien sehingga tangan pasien mendekat ke bahu.
5)   Lakukan kembali ke posisi semula.
6)   Lakukan observasi terhadap erubahan yang terjadi. Misalnya, kekakuan dan nyeri sendi.
7)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.4 Fleksi dan ekstensi siku (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
5.    Abduksi dan Adduksi Bahu
Prosedur Kerja :                               
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan.
3)   Atur posisi lengan pasien disamping tubuhnya.
4)   Letakkan satu tangan perawat diatas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
5)   Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya.
6)   Kembalikan keposisi semula atau awal.
7)   Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, adanya kekakuan dan adanya nyeri.
8)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.5 Abduksi dan adduksi bahu (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
6.    Rotasi Bahu
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan.
3)   Atur posisi lengan pasien menjauhi dari tubuhnya (kesamping) dengan siku menekuk.
4)   Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
5)   Lakukan rotasi bahu dengan lengan bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap kebawah.
6)   Kembalikan lengan ke posisi awal.
7)   Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan menghadap ke atas.
8)   Kembalikan lengan ke posisi awal.
9)   Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak, kekakuan dan nyeri.
10)     Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.6 Rotasi bahu (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
B.  ROM Kaki :
1.    Fleksi dan Ekstensi Jari-jari Kaki
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2)   Cuci tangan
3)   Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lainnya memegang kaki.
4)   Bengkokkan (tekuk) jari-jari ke bawah.
5)   Leruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
6)   Kembalikan ke posisi awal.
7)   Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak dan adanya kekakuan sendi.
8)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.7 Fleksi dan ekstensi jari-jari kaki (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
2.    Infersi dan Efersi Kaki
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan.
3)   Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan perawat dan pegang pergelangan kaki pasien dengan tangan satunya.
4)   Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
5)   Kembalikan ke posisi semula atau awal.
6)   Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
7)   Kembalikan ke posisi semula atau awal.
8)   Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak dan kekakuan.
9)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.8 Infersi dan efersi kaki (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
3.    Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan.
3)   Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
4)   Tekuk pergelangan kaki arahkan jari-jari kaki kearah dada atau mendekati tubuh.
5)   Kembalikan ke posisi awal.
6)   Tekuk pergelangan kaki menjauhi tubuh atau kearah bawah.
7)   Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak dan kekakuan.
8)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.9 Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
4.    Fleksi dan Ekstensi Lutut
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan.
3)   Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan lain.
4)   Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
5)   Lanjutkan menekuk lutut kea rah dada pasien sedekat mungkin dan semampu pasien.
6)   Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat kaki.
7)   Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak, kekakuan dan nyeri.
8)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.10 Fleksi dan ekstensi lutut (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
5.    Rotasi Pangkal Paha
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan.
3)   Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas lutut pasien.
4)   Putar kaki kearah dalam.
5)   Putar kaki kearah keluar.
6)   Kembalikan ke posisi semula atau awal.
7)   Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang gerak dan kekakuan.
8)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.11 Rotasi pangkal paha (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)
6.    Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
Prosedur Kerja :
1)   Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2)   Cuci tangan.
3)   Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan lainnya memegang tumit.
4)   Angkat kaki pasien kurang lebih 8 cm dari tempat tidur dan pertahankan posisi tetap lurus. Gerakkan kaki menjauhi tubuh pasien atau kearah samping.
5)   Gerakkan kaki mendekati tubuh pasien.
6)   Kembalikan ke posisi awal.
7)   Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya, tertang gerak, kekakuan dan nyeri.
8)   Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
Gambar 2.12 Abduksi dan adduksi pangkal paha (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah, 2012)


2.2  Asuhan Keperawatan Teori
2.2.1        Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merukapan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi suatu kesehatan klien (Nursalam,2009). Pengkajian meliputi :
1.      Identitas : Menyerang semua orang
2.      Jenis kelamin : Lebih sering menyerang pria.
3.      Usia : baisanya terjadi pada klien dengan usia lebih dari 50 tahun.
4.      Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
5.      Riwayat penyakit sekarang : umumnya mengalami penurunan kesadaran, kelumpuhan sebagian anggota gerak, kadang mengalami gangguan bicara yang sulit mengerti.
6.      Riwayat penyakit dahulu : umumnya penderita hipertensi.
7.      Riwayat penyakit keluarga : ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, adanya riwayat stroke, diabetes militus.
8.      Pengakajian psikospiritual : pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola penanganan stress, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
9.      Pengkajian tingkat aktifitas : klien tergantung pada orang lain
Tingkat aktifitas :
0          : mampu merawat secara penuh
1          : memperlukan penggunaan alat
2          : memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3          : memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain dan peralatan atau alat
4           : semua tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
10.  Pemeriksaan Fisik sebaiknya dilakukan secara persistem (b1-b6) dengan fokus  pada pemeriksaan b3(brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien(Muttaqin Arif, 2012) :
a.       B1 ( Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi.
Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis, pada inspeksi peningkatan pernafasan, Palpasi toraks didapatkan fokal premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan.
b.      B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan yang sering terjadi pada klien CVA. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi massif.
c.       B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defistit neurologis, bergantung pada lokasi lesi pembuluh darah mana yang tersumbat, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral. Pengakajian B3 meliputi :
1.      Pengkajian tingkat kesadaran pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien CVA biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikoma. Jika klien sudah koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberi asuhan.
Skala GCS :
a.    Reflek membuka mata :
Spontan                                                       4
Dengan perintah                                         3
Dengan rangsangan nyeri                           2
Tidak berespon                                           1
b.    Respon verval :
Berorientasi baik                                         5
Bicara membingungkan                              4
Kata-kata tidak tepat                                  3
Suara tidak dapat dimengerti                     2
Tidak berespon                                           1
c.    Respon motorik :
Ikuti perintah                                              6
Melokalisasi nyeri                                       5
Menarik area yang nyeri                             4
Fleksi abnormal                                           3
Ekstensi                                                      2
Tidak berespon                                           1
2.      Pengkajian status mental dengan mengobservasi penampilan, tingkah laku, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien.
3.      Pengkajian fungsi intelektual didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang.
4.      Pengkajian saraf cranial (Nervus I sampai nervus XII)
1)      Saraf I. Biasanya pasien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2)      Saraf II. Disfungsi persepsi visual. Gangguan hubungan visual-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri.
3)      Saraf III,IV, danVI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemapuan gerak.
4)      Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke mengakibatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
5)      Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6)      Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli.
7)      Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
8)      Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus.
9)      Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi serta indra pengecapan normal.
b.      B4 (Bladder )
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang sfingter urine eksternal hilang atau berkurang.
c.       B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual, muntah fase akut, penurunan gerakan peristaltik karena imobilisasi yang lama.
d.      B6 (Bone)
Biasanya didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan, dan penurunan kekuatan otot, tonus otot meningkat, hemiparesis. Selain itu perlu dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena mengalami hambatan mobilitas fisik.
Skala kekuatan Otot :
0   : Tidak ada kontraksi, 100% pasif
1   : Tampak kontraksi, ada sedikit tahanan atau gerakan
2   : Mampu menahan gravitasi tapi dengan sedikit sentuhan akan jatuh
3      : Mampu menahan gravitasi, tidak mampu melawan tekanan pemeriksa
4      : Kekuatan kurang dari yang lain
5      : Kekuatan utuh
2.2.2.       Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon individu (klien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam, 2009). Diagnosis keperawatan yang muncul karena CVA antara lain:
1)   Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret.
2)   Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perubahan intraserebral, peningkatan TIK.
3)   Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis, kehilangan keseimbangan, dan cedera otak.
4)   Kurang perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke.
5)   Resiko cedera berhubungan dengan paralisis.

2.2.3.       Intervensi Keperawatan
Perencanaan atau intervensi keperawatan merupakan rencana yang disusun perawat untuk kepentingan asuhan keperawatan yang akan digunakan oleh perawat yang menyusun maupun perawat lainnya. Intruksi atau perintah dokter bukanlah intruksi untuk perawat melainkan ditujukan untuk klien tetapi intervensinya dilaksanakan oleh perawat (Nursalam, 2009). Intervensi berdasarkan diagnosis CVA yang muncul antara lain :
1.    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret.
DS : -
DO : Tedengar ronkhi, ketidakmampuan batuk efektif.
Kriteria hasil : Tidak terdengar ronkhi, menunjukkan batuk efektif
Intervensi :
1)        Kaji keadaan jalan nafas
R/ Obstruksi terjadi karena bedrest terlalu lama.
2)        Lakukan penghisapan lendir jika diperlukan
R/ Penghisapan membantu mengeluarkan sekret.
3)        Fisioterapi dada (fibrating, clapping, postural drainase)
R/ Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran sekret.
4)        Ajarkan teknik batuk efektif
R/ Batuk efektif dapat mengeluarkan sekret dari jalan nafas.
5)        Berikan minuman hangat jika keadaan memungkinkan
R/ Membantu mengencerkan sekret.
6)        Kolaborasi pemberiaan obat obat bronkodilator
R/ Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret.
2.    Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan perubahan intraserebral, peningkatan TIK.
DS : klien mengeluh nyeri kepala
DO : muntah proyektil, klien gelisah
Kriteria hasil : klien tidak mengeluh nyeri kepala, tidak muntah, tidak gelisah.
Intervensi :
1)        Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang peningkatan TIK.
R/ Keluarga dapat berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2)        Berikan bed rest total pada klien
R/ Perubahan pada TIK akan menyebabkan resiko untuk terjadi herniasi otak.
3)        Observasi status neurologis dengan GCS
R/ Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
4)        Observasi tanda-tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan klien.
5)        Bantu klien membatasi muntah dan batuk
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan TIK.
6)        Berikan terapi sesuai intruksi dokter
R/ Membantu mempercepat penyembuhan.
3.    Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparesis,  kehilangan keseimbangan, dan cedera otak.
DS :  Klien mengatakan sulit bergerak
DO :Kelemahan, parestesia, kesulitan membolak-balik posisi, penurunan kekuatan otot, keterbatasan rentan gerak.
Kriteria Hasil : Tidak ada luka dekubitus, tidak ada kontraktur otot, tidak terjadi penyusutan otot.
Intervensi :
1)        Bina hubungan saling percaya
R/ Memperlancar dalam pemberian asuhan keperawatan.
2)        Kaji fungsi motorik
R/ Lobus frontal dan parietal berisi saraf-saraf yang mengatur fungsi motorik dan sensorik yang dapat dipengaruhi oleh iskemia atau perubahan tekanan.
3)        Ubah posisi klien setiap 2 jam
R/ Mencegah terjadinya luka dekubitus akibat tidur terlalu lama.
4)        Letakkan pasien pada posisi telungkup jika mentoleransi.
R/ Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fugsional. Tetapi kemungkinan meningkatkan ansietas pasien terutama mengenai kemampuan bernafas.
5)        Letakkan papan peyangga pada kaki saat tidur di tempat tidur
R/ Mencegah deformitas dan footdrop.
6)        Letakkan bantal pada ketiak diantara lengan atas
R/ Posisi ini membidangi bahu dalam berputar dan mencegah edema dan akibat fibrosis.
7)        Observasi daerah yang tertekan
R/ Daerah yang tertekan mudah sekali terjadi trauma.
8)        Lakukan latihan pergerakan sendi atau ROM
R/ Mencegah penurunan kekuatan otot dan memperlancar aliran darah.
9)        Obsevasi tanda-tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan klien.
10)    Anjurkan pasien untuk latihan menggunakan ekstermitas yang sehat untuk menggerakkan anggota tubuh yang lemah.
R/ Dapat berespon dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif.
11)    Kolaborasi dengan fisioterapi.
R/ Melatih anggota gerak yang lemah.
4.    Kurang perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke.
DS : Klien mengatakan badan lumpuh sebelah
DO : Klien bedrest, perubahan tanda vital, kerusakan anggota gerak, penurunan tingkat kesadaran.
Kriteria hasil : klien mampu melakukan perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, klien tampak bersih.
Intervensi :
1)        Kaji skala ADL
R/ Mengetahui tingkat ketergantungan klien.
2)        Lakukan oral hygiene
R/ Memberikan rasa nyaman pada area mulut.
3)        Bantu klien mandi
R/ Memberikan rasa nyaman pada tubuh klien dan membantu membersihkan tubuh.
4)        Bantu klien ganti pakaian
R/ Memabantu mengurangi bau karena baju yang kotor.
5)        Ganti pengalas tempat tidur
R/ Memberikan kenyamanan pada klien.
5.    Resiko cedera berhubungan dengan paralisis.
DS : klien atau keluarga mengatakan mengalami kelumpuhan anggota gerak
DO : hemiplegia, penurunan kesadaran
Kriteria hasil : Klien tidak jatuh, tidak terdapat luka lecet
Intervensi :
1)        Pasang pagar tempat tidur
R/ Pagar tempat tidur membantu melindungi klien.
2)        Gunakan cahaya yang cukup
R/ Pencahayaan yang cukup membantu untuk mempermudah dalam pengawasan.
3)        Kaji adanya trauma atau lecet pada kulit
R/ Membantu diteksi dini resiko cidera
2.2.4.       Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan untuk klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama tahap implementasi perawat, terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua intervensi didokumentasikan kedalam format yang telah ditetapkan institusi (Nursalam, 2009).
2.2.5.       Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dan tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi (Nursalam, 2009). Evaluasi dibagi menjadi dua antara lain :
1.    Evaluasi proses adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Sistem penulisan atau dokumentasi pada evaluasi proses ini dapat menggunakan sistem SOAP atau model dokumentasi lainnya.
2.    Evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan secara paripurna. Evaluasi hasil bersifat objektif, fleksibel, dan efesien.

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1  Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah studi kasus. Desain penelitian ini mengeskplorasi 2 pasien yang terdiagnosis CVA nonhemoragi dengan hambatan mobilitas fisik diruang paviliun flamboyan RSUD Jombang, Klien diobservasi selama 3 x 24 jam.
3.2  Batasan Istilah
Stroke (CVA) adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak (Nuratif Amin Huda dan Hardi Kusuma, 2013).
CVA nonhemoragi (infark) adalah tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau seluruhnya terhenti. CVA atau Stroke iskemik dibagi menjadi 3 (Nuratif Amin Huda dan Hardi Kusuma, 2013) :
1)   Stroke trombotik : proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2)   Stroke embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3)   Hipoperfusion sistemik : berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
Mobilisasi atau mobilitas merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya (Hidayat A.Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah,2012).
Penelitian ini dibatasi pada pasien CVA nonhemoragi dengan hambatan mobilitas fisik di ruang paviliun flamboyan RSUD Jombang.
3.3  Subyek Penelitian
Subyek yang dilakukan pada penelitian ini adalah 2 klien dengan diagnosis medis dan masalah keperawatan yang sama yaitu : Klien CVA nonhemoragi dengan hambatan mobilitas fisik, usia lebih dari 50 tahun dengan jenis kelamin laki-laki.
3.4  Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian studi kasus ini dilakukan di ruang pavilliun flamboyan RSUD Jombang. Klien diobservasi selama 3 x 24 jam. Jika sebelum 3 hari klien sudah pulang, maka perlu dilakukan perawatan home care (mengikuti perawatan klien di rumah). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli tahun 2015.
3.5  Pengumpulan Data
Pada sub bab ini dijelaskan tentang metode pengumpulan data yang digunakan :
1)   Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu – riwayat penyakit keluarga, pengkajian 11 pola gordon). Sumber data diperoleh dari klien, keluarga, perawat.
2)   Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA = ispeksi, palpasi, perkusi, auskultasi) pada sistem tubuh klien.
3)   Studi dokumentasi dan angket (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan data yang relevan).
3.6  Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Uji keabsahan data dilakukan dengan :
1)   Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan.
2)   Sumber informasi tambahan menggunakan triagulasi dari tiga sumber data utama yaitu : Klien, keluarga, dan perawat.
3.7  Analisis Data
Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban dari penelitian yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh penelitian dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan oleh peneliti dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisis adalah :
1)   Pengumpulan data
Data dikumpilkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumentasi). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkrip (catatan terstruktur).
a.    Identitas Klien
IDENTITAS KLIEN
KLIEN 1
KLIEN 2
Nama


Umur


Jenis Kelamin


Suku/Bangsa


Agama


Pekerjaan


Pendidikan


Alamat


No. Register


Tanggal MRS


Diagnosa Medis


Penanggung Jawab



b.    Riwayat Penyakit
RIWAYAT PENYAKIT
KLIEN 1
KLIEN 2
Keluhan Utama


Riwayat penyakit sekarang


Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit keluarga



c.    11 Pola Gordon
POLA GORDON
KLIEN 1
KLIEN 2
1.    Pola persepsi terhadap kesehatan


2.    Pola nutrisi


3.    Pola eliminasi


4.    Pola aktivitas dan latihan


5.    Pola istirahat tidur


6.    Pola sensori dan kognitif


7.    Pola persepsi dan konsep diri


8.    Pola hubungan peran


9.    Pola seksualitas


10.        Pola penanganan stress


11.        Pola keyakinan nilai


d.   Pemeriksaan Fisik
OBSERVASI
KLIEN 1
KLIEN 2
Tekanan Darah


Nadi


Suhu


Pernafasan


GCS



PEMERIKSAAN FISIK
KLIEN 1
KLIEN 2
B1 Breathing


B2 Bleeding


B3 Brain


B4 Bladder


B5 Bowel


B6 Bone



e.    Hasil Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN
KLIEN 1
KLIEN 2
Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan Laboratorium



2)   Mereduksi data dengan membuat koding dan kategori
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan dengan nilai normal.
3)   Penyajian data dan pembahasan
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas klien. Pembahasan berisi perbandingan antara tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus yang disajikan untuk menjawab tujuan khusus.
4)   Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.
Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.
3.8  Etik Penelitian
Dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, terdiri dari :
1)   Informed consent (persetujuan menjadi klien)
Informed consent merupakan persetujuan untuk menjadi klien dan  pemberian informasi mengenai penelitian yang akan dilaksanakan, manfaat yang diperoleh, resiko-resiko yang akan terjadi.
2)   Anonimity (tanpa nama)
Anonimity dalam penelitian merupakan cara dari peneliti untuk menghormati privasi sebagai responden. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial) sebagai pengganti identitas responden
3)   Confidentiality (kerahasiaan)
Setiap individu memiliki hak-hak dasar termasuk privasi dan kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi. Dalam aplikasinya peneliti tidak boleh membuka rahasia klien.

1 komentar:

  1. thaks min membantu bnget dlm ngerjain tugas kuliah

    saya mau izin sharing materi keperawatan, semoga bermanfaat bagi semuanya.

    perawat indonesia

    Diagnosa Nanda Lengkap

    askep keperawatan lengkap

    askep teori

    BalasHapus