ASUHAN
KEPERAWATAN PADA HEPATITIS B
DENGAN HIPERTERMI DI RUANG DAHLIA
RSUD
JOMBANG
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
ARGA NUR PRASETIAWAN
NIM. 121402046
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
STIKES PEMKAB JOMBANG
PRODI D III KEPERWATAN
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hepatitis virus merupakan penyakit infeksi utama
dunia yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, meskipun saat ini sudah
tersedia vaksin yang efektif dalam bentuk pengobatan antivirus.Di Indonesia angka kejadian infeksi hepatitis B kronis diperkirakan
mencapai 5-10 persen dari jumlah penduduk. Hepatitis B termasuk pembunuh
diam-diam karena banyak orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi sehingga
terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup.
hal ini biasa di tandai dengan panas (hipertermi)
yang berkepanjangan. Hipertermi
merupakan peningkatan suhu tubuh >37,5 yang dapat disebabkan oleh
gangguan hormon, gangguan metabolisme, peningkatan suhu lingkungan sekitar.
Padapasien Hepatitis dengan masalah
hipertermi jika tidak segera diatasi dapat berakibat fatal seperti
kejang demam, syok, dehidrasi, syok dan dapat terjadi kematian ( Lusia,
2015). Hepatitis B termasuk pembunuh
diam-diam karena banyak orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi sehingga
terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2011 dalam Anna (2011) menyebutkan,
hingga saat ini sekitar dua miliar orang terinfeksi virus hepatitis B di
seluruh dunia dan 350 juta orang di antaranya berlanjut jadi infeksi hepatitis
B kronis. Diperkirakan,
600.000 orang meninggal dunia per tahun karena penyakit tersebut.(WHO, 2011). Berdasarkan data pasien rawat inap di Ruang Dahlia
RSUD Jombang pada tahun 2013
terdapat 63 pasien dengan dengan rata – rata 5 -6 pasien perbulan jumlah
ini meningkat 21,45% pada tahun 2014 yakni terdapat 78 pasien dengan rata –
rata 6 – 7 pasien perbulan sedangkan di tahun 2015 terdapat 10 pasien dengan
rata – rata 2 – 3 pasien perbulan per april 2015 dengan diagnosa medis
Hepatitis. (Rekam Medik RSUD Jombang, 2015)
Prognosis pasien
hepatitis B bervariasi sesuai dengan kondisi individu. Pasien dengan hepatitis
B akut, sekitar 90% memiliki kasus yang baik dan sembuh sepenuhnya, seperti
gagal jantung kongestif, anemia berat, dan diabetes mellitus, mungkin saja
berkepanjangan dan lebih cenderung memiliki hepatitis parah. Meskipun tingkat
kematian bagi kebanyakan kasus hepatitis B rendah, pasien sakit parah untuk
dirawat di rumah sakit karena hepatitis B akut memiliki 1% tingkat
kematian.Pada pasien dengan infeksi terus menerus 10-30% mengembangkan
hepatitis kronis.Pasien dengan hepatitis kronis 20-50% pasien berkembang
menjadi sirosis dan sekitar 10 % dari mereka yang maju ke sirosis dapat
mengembangkan karsinoma hepatoseluler.( Arif Muttaqin,2013 )
Hiperterni
pada hepatitis dapat di akibatkan
karena pembengkakan hepar
yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta (Kusuma & Nurarif, 2013). Hipertermi merupakan peningkatan suhu tubuh >37,5
yang dapat disebabkan oleh gangguan hormon, gangguan metabolisme, peningkatan
suhu lingkungan sekitar. Pada masalah hipertermi jika tidak segera diatasi
dapat berakibat fatal seperti kejang demam, syok, dehidrasi, syok dan dapat
terjadi kematian (Lusia, 2015).
Dari masalah Hipertermi di atas maka perlu dilakukan upaya agar masalah hipertermi
berkurang, yaitu dengan melakukan
intervensi dan implementasi
Asuhan Keperawatan Hipertermi dengan
mengajarkan tekhnik non farmakologi seperti pemberian kompres hangat dan
tindakan kolaborasi yaitu dengan pemberian analgesik.
1.2 Batasan Masalah
Masalah
pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan
Keperawatan Pada
Pasien Hepatitis berusia 40-50 tahun pada pasien pertama kali
MRS sampai 7 hari perkembangan Pasien Hepatitis Dengan
Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan
Keperawatan Pada
Pasien Hepatitis Dengan
Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.4 Tujuan
Penelitian
1.4.1
Tujuan
Umum
Mahasiswa
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hepatitis
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.4.2
Tujuan Khusus
Melakukan pengkajian keperawatan Pada Pasien Hepatitis
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.
Menetapkan Diagnosis
Pada Pasien Hepatitis
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
2.
Meyusun Perencanaan Keperawatan
Pada Pasien Hepatitis Dengan
Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
3.
Melaksanakan Tindakan Keperawatan
Pada Pasien Hepatitis Dengan
Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
4.
Melakukan
evaluasi Keperawatan
Pada Pasien Hepatitis
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1
Manfaat
Teoritis
a.
Bagi Peneliti
Meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan dalam menerapkan secara langsung Pada Pasien Hepatitis
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
b.
Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi dan sebagai wacana diperpustakaan
mengenai Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Hepatitis Dengan
Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
c.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai acuan atau bahan referensi untuk membuat dan
mengembangkan sebuah penelitian Pada Pasien Hepatitis
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.5.2
Secara
Praktis
1. Bagi
Tenaga Kesehatan
Sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam menangani
kasus Pada Pasien Hepatitis Dengan
Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Untuk meningkatkan pelayanan yang sesuai kebutuhan
masyarakat dalam Asuhan
Keperawatan Pada
Pasien Hepatitis Dengan
Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
3. Bagi Responden
Membantu responden dalam mencegah komplikasi yang
mungkin terjadi dan mempercepat dalam proses pemulihan pada Pada Pasien Hepatitis
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 KonsepDasar
hepatitis
2.1.1
Pengertian
Hepatitis
adalah peradangan pada
hati (liver) yang disebabkan oleh virus. virus hepatitis termasuk virus
hepatotropiuk yang dapat mengakibatkan hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV),
hepatitis C (HCV), Delta hepatitis (HDV), hepatitis E (HEV), hepatitis F dan
hepatitis G (Nur Arif & Kusuma, 2013).
Hepatitis adalah suatu infeksi sistemik yang terutama
mempengaruhi hati.Meskipun agen-agen ini dapat dibedakan berdasarkan sifat
antigennya.Secara klinis kelima jenis virus tersebut menimbulkan penyakit yang
sama. Di satu pihak penyakit ini memiliki gambaran klinis yang luas dari
asimtomatis dan tidak jelas sampai infeksi fulminan atau infeksi akut fatal
yang lazim pada kelima jenis virus tersebut dan pada pihak lain dari infeksi
persisten subklinis sampai penyakit hati kronis progresif cepat dengan sirosis
dan bahkan karsinoma hepatoseluler yang lazim pada jenis yang ditularkan lewat
darah ( HBV,HCV,dan HDV ).(Elin, 2009)
2.1.2 Etiologi
Klasifikasi agen
penyebab hepatitis virus yaitu :
1. Transmisi secara enteric terdiri dari virus hepatitis
A (HAV) dan virus hepatitis E (HEV). Virus tanpa selubung, tahan terhadap cairan
empedu, ditemukan di tinja.Tidak dihubungkan dengan penyakit kronik.Tidak
terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal.
2. Transmisi
melalui darah terdiri atas virus hepatitis B (HBV),virus hepatitis D (HDV),dan virus hepatitis C
(HCV). Virus dengan selubung (envelope), rusak bila terpajan cairan
empedu/detergen, tidak terdapat dalam tinja, dihubungkan dengan penyakit hati
kronik, dihubungkan dengan viremia yang persisten
2.1.3 Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu
1.
Fase inkubasi : waktu antara masuknya virus dan timbulnya
gejala atau ikterus. Panjang fase
tergantung pada dosis inokulum,makin pendek fase inkubasi.
2. Fase
prodormal (pra ikterik) : fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan
timbulnya gejala ikterus, awitannya dapat disingkat atau insidious ditandai
dengan malaise umum, mudah lelah, gejala saluran nafas atas dan anoreksia,
diare, demam, dan nyeri abdomen di kuadran kanan atsa atau epigastrium.
3. Fase ikterus
: fase munculnya setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan
munculnya gejala. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala
prodormal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalen (penyembuhan) : menghilangnya ikterus
dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap
ada.Nafsu makan kembali normal, keadaan akut akan membaik dalam 2-3 minggu.
Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9
minggu untuk hepatitis B.
Secara umum agen penyebab hepatitis virus dapat
diklasifikasikan ke dalam group yaitu hepatitis dengan transmisi secara enteric
dan trasmisi melalui darah (Nurarif & Kusuma, 2013).
2.1.4 Tanda dan Gejala
1. Malaise, anoreksia,
mual dan muntah.
2. Gejala flu,
faringitis, fotopobia, sakit kepala.
3. Demam
ditemukan pada infeksi Hepatitis BVirus.
4. Ikterus
didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap.
(Nurarif& Kusuma, 2013)
2.1.5 Jenis-jenis hepatitis
1. Hepatitis akut :
infeksi virus sistemik yang berlangsung selama
< 6 bulan.
2.
Hepatitis kronis : gangguan-gangguan yang terjadi > 6 bulan dan
kelanjutan dari hepatitis akut.
3. Hepatitis fulminan : perkembangan mulai dari
timbulnya hepatitis
hingga kegagalan hati dalam waktu kurang
dari 4 minggu oleh karena itu hanya terjadi
pada bentuk akut.
(Nurarif&
Kusuma, 2013)
2.1.6
Patofisiologi
2.1.7 Faktor resiko
Hepatitis A
|
Hepatitis B
|
Hepatitis C
|
Hepatitis D
|
HepatitisE
|
|
Nama sebelumnya.
|
Hepatitis infeksiosa
|
Hepatitis serum.
|
Hepatitis non-A non-B
|
||
Epidemiologi.
Penyebab.
|
Virus hepatitis A (HAV).
|
Virus hepatitis B (HBV).
|
Virus hepatitis C (HCV).
|
Virus hepatitis D (HDV).
|
Virus hepatitis E (HEV).
|
Cara penularan
|
Jalur fekal-oral snitasi yang jelek. Kontak antar
manusia dibwa oleh air dan makanan.
|
Parenteral, atau lewat kontak dengan karier atau
penderita infeksi akut. Kontak seksual dan oral-oral. Penularan perinatal
dari ibu kepada bayinya. Ancaman kesehatan kerja yang penting bagi tugas
kesehatan.
|
Tranfusi darah dan produk darah, terkena darah yang
terkontaminasi yang lewat peralatan atau parafenalia obat.
|
Sama seperti HBV. Antigen permukaaan HBV diperlukan
untuk replikasi pola penularan serupa dengan pola penularan hepatitis B.
|
Jalur fekal-oral kontak antar manusia dimungkinkan
meskipun resikonya rendah.
|
Inkubasi
|
15-49 hari. Rata-rata 30 hari.
|
28-160 hari. Rata-rata 70-80 hari.
|
15-160 hari. Rata-rata 50 hari.
|
21-140 hari. Rata-rata 35 hari.
|
15-65 hari. Rata-rata 42 hari.
|
Imunitas.
|
Homologus.
|
Homologus.
|
Serangan kedua dapat homologus menunjukkan imunitas
yang rendah atau infeksi oleh agen lain.
|
Homologus.
|
Tidak diketahui.
|
Sifat sakit.
Tanda dan gejala.
|
Dapat terjadi dengan atau tanpa gejala, sakit mirip
flu.
Fase praikterik.
Sakit kepala, malaise, fatigue, anoreksi, febris.
Fase ikterik.
Urin yang berwarna gelap, gejala ikterus pada sclera
dan kulit, nyeri tekan pada hati.
|
Dapat terjadi tanpa gejala. Dapat timbul ruam.
|
Serupa dengan HBV, tidak begitu berat dan anikterik.
|
Serupa dengan HBV
|
Serupa dengan HAV sangat berat pada wanita yang hamil.
|
Hasil akhir
|
Biasanya ringan dengan pemulihan. Angka fatalitas
< 1%. Tidak terdapat status karier atau
meningkatnya resiko hepatitis kronis, sirosis atau kanker hati.
|
Dapat berat. Angka fatalitas 1%-10%. Status karier
mungkin terjadi. Meningkatnya resiko hepattis kronis, sirosis dan kanker
hati.
|
Sering terjadi status karier yang kronis dan
penyakit hati yang kronis. Meningkatnya resiko kanker hati.
|
Serupa dengan HBV, tetapi kemungkinan status karier,
hepatis aktif yang kronis dan sirosis lebih besar.
|
Serupa dengan HAV, kecuali sangat berat pada wanita
yang hamil.
|
( Brunner, 2012 )
2.1.8 Gambaran klinis
Pada klinis yang
sembuh spontan :
1. Spektrum penyakit
mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata sampai kondisi yang fatal
sehingga terjadi gagal hati akut.
2. Sindrom
klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodormal yang
non spesifik dan gejala gastrointestinal, Seperti :
a. Malaise, anoreksia, mual dan muntah.
b. Gejala flu, faringitis, batuk, fotopobia, sakit
kepala.
3. Awitan gejala
cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV, Pada virus yang lain secara
insidious.
4. Demam jarang
ditemukan kecuali pada infeksi HAV.
5. Immune complex mediated serum sickness like
syndrome dapat ditemukan pada kurang dari 10% pasien dengan infeksi HBV, jarang
pada infeksi virus yang lain.
6. Gejala
prodormal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala anoreksia, malaise
dan kelemahan dapat menetap.
7. Ikterus
didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap, pruritus (biasanya ringan dan
sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat.
8. Pemeriksaan
fisis menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati.
9. Splenomegali
ringan dan limfadenopati pada 15%-20% pasien.
(Nurarif&
Kusuma, 2013)
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Biasakan konsumsi makanan yang bersih dan
lihat dulu jika memilih tempat makan.
2. Biasakan cuci
tangan sebelum makan dan setelah aktivitas karena mencuci tangan menghilangkan
organisme yang merusak rantai transmisi infeksi.
3.
Banyak minum air putih.
4. Olahraga secara teratur dan cukup istirahat.
5. Orang tua
harus memberikan perhatian khusus pada anak dalam pemilihan makanan serta
memberikan pendidikan akan pentingnya kebersihan agar tidak terkena virus yang
dapat menyebabkan penyakit hepatitis.
6. Bayi
sebaiknya ibu memberikan imunisasi secara tepat waktu untuk mencegah terjadinya
hepatitis.
(Nurarif&
Kusuma, 2013)
2.1.10 Pencegahan Hepattis B
1. Memutuskan
rantai penularan.
2. Melindungi
individu yang berisiko tinggi melalui imunisasi aktif vaksin hepatitis B.
3. Imunisasi
pasif bagi individu yang tidak terlindungi namun terpajan virus hepatitis B.
2.1.11 Pengobatan hepatitis B.
1. Terapi yang
direkomendasikan untuk pasien dengan bukti penyakit kronis aktif ( peningkatan
kadar aminotransferase, HBV DNA (+), HBsAg). Inisiasi pengobatan dengan
lamivudine, terutama sebelum dan setelah transplantasi hati dalam rangka
mencapai penekanan virus dan mencegah kambuhnya penyakit setelah prosedur.
2. Pembedahan.
Reseksi bedah karsinoma hepatoseluler atau orthotopic
transplantasi hati (OLT) adalah pengobatan pilihan untuk pasien dengan
kegagalan hepatik fulminan yang gagal untuk memulihkan dan untuk pasien dengan
stadium akhir penyakit hati.
3. Terapi diet. Pada kondisi akut dan hepatitis
kronis (non-sirosis) pemberian diet tidak ada pembatasan.Pada sirosis
(tanda-tanda yang menonjol atau ensefalopati hipertensi portal).
4. Penatalaksanaan lainnya diet natrium rendah
(1,5 g/hari), tinggi kalori-protein. Dalam kasus hiponatremia, cairan
pembatasan (1,51/hari)
(Muttaqin,2011).
2.1.12 Pemeriksaan
penunjang pada penyakit hepatitis :
1.
Tes fungsi hati.
Bertujuan
untuk mengkaji keadaan penyakit hati dan untuk membedakan antara hepatitis
virus dan non virus.Menunjukkan abnormal bila mencapai 4-10 kali dari normal.
2.
SGOT/SGPT (Serum Glutamic
Oxaloacetic Transaminase/serum Glutamic Piruvic Transminase). Bertujuan untuk
mengetahui adanya kerusakan sel hati. Pada penderita hepatitis awalnya akan
terjadi peningkatan jumlah dan dapat meningkatkan 1-2 minggu sebelum ikterus
kemudian menurun.
3. Leucopenia
Bertujuan untuk mengetahui jumlah leukosit di dalam darah. Mungkin juga
ditemukan adanya trombositopenia dan splenomegali
4. Diferensial darah lengkap.
Untuk mengungkapkan banyak hal mengenai penyakit hati maka perlu
dilakukan pemeriksaan darah lengkap.
Antara lain ditemukan leukositosis, monositosis, limfosit anti fikal dan sel
plasma.
5. Feses.
Pemeriksaan
ini untuk membantu diagnosis ferensial ikterus.Biasanya ditemukan warna feses
tanah liat dan steatorrhea yaitu jumlah lemak yang berlebihan yang menunjukkan
adanya penurunan fungsi hati.
6. Albumin serum.
Merupakan
radio farmasetikal yang digunakan dalam penentuan kumpulan darah dan volume
plasma.Serta berfungsi untuk menilai fungsi hati.Pada penderita hepatitis
terjadi penurunan.
7. Gula darah.
Karena hati
juga berperan dalam mengatur kestabilan kadar gula maka perlu dilakukan
pengukuran gula darah. Pada penderita hiperglikemi transien atau hipoglikemi,
Menunjukkan terjadinya gangguan fungsi hati.
8.
HbsAg
Dilakukan
untuk menentukan adanya virus hepatitis B di dalam darah baik dalam kondisi
aktif ataupun sebagai carrier. Hasilnya dapat positif (tipe B) atau negative
(tipe A).
9. Urinalisa.
Untuk
mengetahui apakah produk empedu masih ada dan apakah empedu sampai ke usus.
Biasanya terjadi peningkatan kadar bilirubin dan protein.
(Arif&Kumala, 2011)
2.1 Konsep Hipertermi
2.1.1
Pengertian Hipertermi
Hipertermi
merupakan peningkatan suhu tubuh >37,5 yang dapat disebabkan oleh
gangguan hormon, gangguan metabolisme, peningkatan suhu lingkungan sekitar.
Pada masalah hipertermi jika tidak segera diatasi dapat berakibat fatal seperti
kejang demam, syok, dehidrasi, syok dan dapat terjadi kematian (Lusia,
2015).
2.1.2
Mekanisme Hipertermi
Pusat pengaturan suhu tubuh terletak di hipotalamus
anterior dimana terdapat suatu pusat
kecil yang mengatur suhu tubuh. Pemanasan dari ini menyebabkan fase dilatasi semua pembuluh darah
tubuh. Salah satu penyebabnya
peningkatan suhu tubuh adalah peradangan karena masuknya suatu virus dalam
tubuh akan berkompenasasi terhadap
peradangan yang ditandai dengan hipertermi
atau peningkatan suhu tubuh.
2.2.3 Patofisiologi Hipertermi
2.2.4 Macam – macam suhu tubuh
Macam-macam suhu tubuh
menurut (Tamsuri Anas 2007) :
1)
Hipotermi, bila
suhu tubuh kurang dari 36°C
2)
Normal, bila
suhu tubuh berkisar antara 36 – 37,5°C
3)
Febris /
pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 – 40°C
4)
Hipertermi, bila
suhu tubuh lebih dari 40°C
2.2.5
Penatalaksanaan
Tindakan keperawatan dengan hypertermi
1. Non Farmakologi
a.
Jangan panik
b.
Monitor kondisi (Mengukur suhu tubuh)
c.
Berikan
kompres hangat dengan suhu 20menit
d.
Anjurkan
untuk tirah baring (bed rest)
e.
Buka pakaian dan selimut yang berlebihan
f.
Perhatikan suhu kamar dan aliran udara di dalam
ruangan (udara segar).
g.
Usahakan pasien tidak stres atau bertambah
stress
2. Farmakologi
Penatalakasanaan
medis yang diberikan yaitu :
a. Pemberian obat antibiotik.
b. Pemberian obat antiradang (anti inflamasi)
c. Pemberian obat antipiretik
d. Pemberian obat antiemetik (mual-muntah).
(Ardiansyah, 2013)
3. Pemberian Kompres pada Klien
a. Ketika memberikan kompres hangat pada klien,
harus tetap di perhatikan suhu dari kompres itu sendiri untuk keefektifan
kompres dalam mengurangi panas pada tubuh(Potter & Perry,2010)
b. Air hangat (46,5-51,5ºC) memiliki dampak fisiologis bagi tubuh, yaitu
pelunakan jaringan fibrosa, mempengaruhi oksigenasi jaringan sehingga dapat
mencegah kekakuan otot, memvasodilatasikan dan memperlancar aliran darah,
sehingga dapat menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri (Ulya dan Hidayat,
2008).
c. Tidak boleh meletakkan kantong air hangat di
bagian tubuh yang telanjang, harus di lapisi dengan kain flanel atau handuk.
d. Kantong air hangat yang di letakkan di atas
bagian badan tertentu hanya boleh di isi air sepertiga bagian untuk menghindari
berat yang tidak di perlukan.
4. Penatalaksanaan Pemberian Kompres
Menurut Ulya dan Hidayat (2008), cara
pemberian kompres hangat pada klien untuk mengatasi hipertermi adalah sebagai
berikut :
1)
Persiapan
Alat dan Bahan :
a)
Botol
kompres
b)
Sarung
botol
c)
Air
hangat dengan suhu 46-51,5ºC
d) Termometer
2)
Tahap
Kerja
a)
Cuci
tangan
b)
Jelaskan
pada klien mengenai prosedur yang akan di lakukan.
c)
Ukur
suhu air menggunakan termometer.
d) Isi botol dengan air hangat, kemudian di
keringkan dan bungkus atau lapisi botol dengan sarung botol.
e)
Tempat
botol berisi air hangat pada daerah yang kan di kompres.
f)
Angkat
botol tersebut setelah 20 menit, dan lakukan kompres ulang jika panas belum
teratasi.
g)
Kaji
perubahan selama kompres dilakukan.
2.3.
Konsep asuhan keperawatan
Hepatitis
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian
adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis
dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien. Data yang dikumpulkan dalam
pengkajian ini meliputibio-psiko-sosio-spiritual. Dalam proses pengkajian ada 2
tahap yang perlu dilalui yaitu pengumpulan data dan analisa data.
1.
Pengumpulan data
Pada tahap
ini merupakan kegiatan dalam menghimpun
informasi (data-data)dari pasien yang meliputi unsur bio-psiko-sosio-spiritual
yang komprehensif secara lengkap dan relevan untuk mengenal pasien agar dapat
memberi arah kepada tindakan keperawatan.
a) Identifikasi.
Biasa terjadi pada pasien yang belum pernah
mendapatkan imunisasi hepatitis.
b) Keluhan utama.
Penderita datang untuk berobat dengan keluhan badan
terasa panas tidak kunjung turun, nyeri perut, muntah darah
c) Riwayat penyakit sekarang.
Riwayat kesehatan yang mencakup demam
(hipertermi berkepanjangan),
malaise, mual, muntah, anoreksia, feses berwarna tanah liat, dan urine pekat.
d) Kesehatan dahulu
Pasien
hepatitis sering memiliki latar belakang pengonsumsi alkohol dan obat-obatan.
e) Riwayat kesehatan keluarga.
Pasien
mempunyai keluarga dengan mengidap hepatitis dan tinggal dalam rumah dan
melakukan aktivitas yang kontak secara langsung.
2.3.2
Fokus Pengkajian
1. Keadaan umum.
Pasien tampak lemah
2. Tanda Tanda Vital :
TD : Tekanan darah meningkat
sebagai respon nyeri.
Nadi : Nadi meningkat sebagai respon
nyeri.
Suhu :
Suhu tubuh meningkat karna terjadi
RR : RR meningkat sebagai respon dari nyeri.
3. Data Subjektif
a)
lemah
b) Demam
(hipertermi)
c)
Nyeri kepala dan nyeri perut
d) Kembung,
mual, muntah
e) Dehidrasi
4. Data Objektif
a) Tampak lemah dan pucat
b)
Demam
(Hipertermi) >37,5ºC
c) Tampak nyeri kepala dan nyeri perut
d) Kembung, mual, muntah
e) Bradikardi
5. Pemeriksaan Head To Toe Pada Pasien Hepatitis
a) Kepala.
Inspeksi
: Rambut pada umumnya pada
pasien hepatitis adalah pada rambut yang mengalami kerontokan.
b)
Muka
Inspeksi : Wajah tampak pucat
c) Mata
Inspeksi : Sklera Ikterus dankonjungtiva anemis ,
d) Hidung
Inspeksi : Terdapat pernafasan
cuping hidung.
e)
Mulut
Inspeksi : Selaput kotor, napas bau tak sedap, mukosa
bibir kering
f) Leher.
Inspeksi : tidak ada pembesaran vena jugularis.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
g) Dada.
Pada pasien hepatitis terdapat pernafasan gerakan dada
dan perut tidak seirama,sesak nafas,pernafasan dangkal.Peningkatan nadi dan
tensi darah meningkat.
h) Abdomen.
Inspeksi : Terdapat asites.
Palpasi : Hepatomegaly dan nyeri kuadran kanan atas mungkin ada
splenomegali dapat terjadipada 10%-20%.
Perkusi : hipertimpani.
Auskultasi : terdapatkan peningkatan bising usus
i) Ektremitas.
1. Edema
Edema dapat dijumpai pada
penderita penyakit hati kronis. Penimbunan cairan pada penyakit hati dimulai
dari rongga perut (asites) lalu diikuti tempat-tempat lainnya.
2. Clubbing
Clubbing biasa dijumpai pada
penyakit-penyakit kronis.Pada hepatitis akut tidak ditemukan.
3. Eritema Palmaris
Eritema palmaris (liver palms)
yaitu salah satu kelainan yang dapat dijumpai pada penderita kegagalan hati.
Tangan penderita akan tampak merah tua dan teraba panas (hangat) terutama pada
hipotenar, tenar dan pada jari.
2.3.3
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang
respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan potensial atau aktual.Beberapa masalah keperawatan yang mungkin
muncul pada penderita hepatitis.
1. Hipertermi berhubungan dengan invasi agent dalam
sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar.
2. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, Perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas,
gangguan absorbs dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolic karena anoreksia, mual dan muntah.
3. Gangguan rasa
nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembekakan hepar yang mengalami inflamasi
hati dan bendungan vena porta.
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi
kronis sekunder terhadap hepatitis.
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan
jaringan berhubungan dengan pruritas sekunder terhadap akumulasi pigmen
bilirubin dalam garam empedu.
(Nur Arif & Hidayat, 2013)
2.3.4. Intervensi.
Keperawatan
Perencanaan merupakan suatu
proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk
mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan
merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang membutuhkan berbagai
pengetahuan dan keterampilan, diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan
kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktik
keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan
masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, serta memilih dan membuat
strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi
keperawatan, dan bekerja sama dengan tingkat kesehatan lain (Alimatul Aziz,
2014).
1.
Hipertermi berhubungan dengan invasi agent dalam
sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar.
Tujuan
: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 4x24 jam diharapkan
suhu dalam batas normal.
Kriteria
Hasil :
a.
Suhu Tubuh normal : 36,5 – 37,5 ºC
b.
Pasien tampak rileks
c.
Demam hilang pada hari ke 3
d.
Tidak ada nyeri abdomen
Intervensi Keperawatan :
1.
Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2 atau
4 jam
Rasional
: Tindakan ini sebagai dasar untuk
menentukan intervensi.
2.
Observasi membran mukosa, dan turgor
kulit
Rasional : Untuk
mengidentifikasi tanda-tanda dehidrasi akibat panas.
3.
Berikan kompres hangat pada dahi,
ketiak, dan lipatan paha.
Rasional : Kompres hangat memberikan efek
vasodilatasi pembuluh darah, sehingga mempercepat penguapan tubuh
4.
Anjurkan pasien untuk tirah baring (bed rest) sebagai upaya pembatasan
aktivitas selama fase akut
Rasional
: Menurunkan kebutuhan metabolisme
tubuh sehingga turut menurunkan panas
5.
Anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang tipis dan menyerap keringat
Rasional
: pakaian tipis memudahkan penguapan
panas. Saat suhu tubuh naik, pasien akan banyak mengeluarkan keringat
6.
Berikan terapi obat golongan antipiretik
sesuai program medis dan evaluasi aktifitasnya
Rasional : untuk menurunkan atau mengontrol panas badan
7.
Pemberian antibiotik sesuai program
Rasional
: untuk mencegah infeksi dan mencegah
penyebaran infeksi
8.
Observasi hasil pemeriksaan darah dan
feses
Rasional
: untuk mengetahui perkembangan
penyakit typus dan efektivitas terapi
(Ardiansyah, 2012)
2.3.5
Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah
pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang
spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan keperawatan
disusun dan ditujukan pada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.
Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari
tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan
tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).Implementasi tindakan
keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.Pada situasi nyata
sering implementasi jauh berbeda dengan rencana.Hal ini terjadi karena perawat
belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan
keperawatan. Yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan,
dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat
jika berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal (Kurniawati, 2004 dalam nurjanah 2005
dalam widuri, 2010)
2.3.6
Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian
atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria
hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Faktor-faktor yang dievaluasi ada beberapa
komponen, yaitu meliputi:
a. Kognitif (pengetahuan)
Lingkup evaluasi
pada kognitif adalah pengetahuan klien mengenai penyakit, pengobatan, diet,
aktivitas, komplikasi dan pencegahan. Informasi ini dapat diperoleh dengan cara
interview. Interview dengan cara menanyakan kepada klien untuk mengingat
beberapa fakta yang sudah diajarkan, menanyakan kepada klien untuk menyatakan
informasi yang spesifik dengan kata-kata klien sendiri dan mengajak klien pada
situasi hipotesa dan tanyakan tindakan yang tepat terhadap apa yang ditanyakan.
b. Afektif (status emosional)
Dengan cara observasi langsung, yaitu observasi
ekspresi wajah, postur tubuh, nada suara, isi pesan secara verbal pada waktu melakukan wawancara. Feedback dari staf kesehatan lain.
c. Psikomotor (perilaku)
Yaitu dengan cara
melihat apa yang dilakukan klien sesuai dengan yang diharapkan.
d. Perubahan fungsi tubuh dan gejala
Perawat dapat
memfokuskan pada bagaimana fungsi kesehatan klien berubah setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
Evaluasi dapat
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Evaluasi berjalan (formatif)
Dikerjakan
dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada
masalah yang dialami oleh klien.
Format
yang dipakai adalah:
a) S : data subjektif
Perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa
yang dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan klien.
b) O : data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur
oleh perawat atau tim kesehatan lain.
c) A : analisis
Penilaian dari kedua jenis data apakah
berkembang kearah perbaikan atau kemunduran.
d) P : perencanaan
Rencana pananganan klien yang didasarkan pada
hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila
keadaan atau masalah belum teratasi.
2) Evaluasi akhir (sumatif)
Evaluasi ini dikerjakan dengan cara
membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan
keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali,
agar didapat data, rencana yang perlu dimodifikasi.
Format
yang dipakai adalah:
a) S : data subjektif
Perkembangan
keadaan yang didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan
klien.
b) O : data objektif
Perkembangan
yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
c) A : analisis
Penilaian
dari kedua jenis data apakah berkembang kearah perbaikan atau kemunduran.
d) P : perencanaan
Rencana
pananganan klien yang didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi
melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi.
e) I : implementasi
Tindakan
yang dilakukan berdasarkan rencana.
f) E :
evaluasi
Penilaian
tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh
mana masalah klien teratasi.
g) R : reassessment
Bila
hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian ulang perlu
dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, objektif dan proses analisisnya.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian
Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus dengan
pendekatan Asuhan
Keperawatan Pada
Pasien Hepatitis Dengan
Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang, yang meliputi pengkajian,diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1
Waktu Penelitian
Studi kasus ini
dilakukan sejak pasien pertama kali MRS sampai 7 hari perkembangan pasien
3.2.2
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pavilliun Dahlia RSUD
Jombang.
3.3
Subyek Penelitian
Adapun jumlah subyek
penelitian adalah dua pasien dengan masalah keperawatan yang sama, pada pasien Demam Pasien Hepatitis Dengan
Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD. Dengan
kriteria pasien:
1)
Dua pasien
dengan diagnose medis Demam Hepatitis dengan
masalah Hipertermi
2)
Pasien Hepatitis Laki-laki dengan usia 40-50th
3)
Suhu pasien º
4)
Pasien bersedia dilakukan asuhan
keperawatan oleh peneliti
3.4
Pengumpulan Data
Menurut Burns dan Grove (1999) dalam
Nursalam (2013), pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek
dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Dalam penelitian studi kasus ini metode pengumpulan data yang
digunakan adalah :
3.4.1
Data primer
Data
diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran
atau alat pengambilan data. Dalam penelitian ini data primer meliputi :
1.
Wawancara
Wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Peneliti melakukan
wawancara dengan Pasien Hepatitits
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang, Wawancara yang dilakukan peneliti meliputi :
a.
Anamnesis
berisi tentang identitas pasien, keluhan utama.
b.
Riwayat
penyakit sekarang, yaitu tentang keluhan yang dirasakan pasien hingga pasien
rawat inap di rumah sakit.
c.
Riwayat
penyakit dahulu, yaitu Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama
atau penyakit yang lain yang berhunbungan dengan penyakit Komplikasi , sehingga
menyebabkan penyakit Hepatitis
d.
Riwayat
penyakit keluarga, yaitu mengenai Ada tidaknya di dalam anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
dengan klien atau penyakit gastrointestinal lainnya.
2.
Observasi
pemeriksaan fisik
Observasi keluhan
pasien mengenai hipertermi,dan pemerikasaan fisik dengan pendekatan IPPA
(Inspeksi, palpasi, pekusi, auskultasi. Menggunakan Lembar Observasi terlampir.
3.4.2
Data sekunder
Data
yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari
subyek penelitiannya (Saryono & Anggraeni, 2013).
Dalam penelitian ini data primer meliputi :
1.
Studi
dokumentasi
Adalah semua bentuk sumber informasi yang
berhubungan dengan dokumen. Pengambilan kasus ini akan menggunakan catatan yang ada di list /
status pasien untuk memperoleh informasi data medik yang ada di RSUD Kabupaten
Jombang.
2.
Studi
kepustakaan
Merupakan
bahan-bahan pustaka yang sangat penting dalam menunjang latar belakang teoritis
dalam suatu penelitian. Pada kasus Pasien Hepatitis
B Dengan Masalah Hipertermi dibutuhkan
waktu kurang menggunakan bahan referensi yang bersumber pada jurnal, buku-buku,
website dari direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan
lingkungan kementerian kesehatan Republik Indonesia dari tahun 2010-2014.
3.5
Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dimaksudkan untuk
menguji kualitas data atau informasi yang di peroleh sehingga menghasilkan data
dengan validitas tinggi. Uji keabsahan data dilakukan dengan :
1.
Memperpanjang
waktu pengamatan
Menggali sumber informasi tambahan menggunakan tiga sumber data
utama yaitu Asuhan
Keperawatan Pada
Pasien Hepatitits
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang.
3.6
Analisa Data
Analisis
data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok
penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengungkap
fenomena (Nursalam, 2013). Peneliti melakukan analisa data dengan urutan
sebagai berikut :
a.
Reduksi
data
Merupakan kegiatan merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokus pada hal-hal yang penting, mencari teman
dan polanya. Dalam penelitian ini hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan,
dalam lembar observasi yang ditulis penelitian mencakup pengkajian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam setiap kali kunjungan.
b.
Penyajian Data
Penyajian data Pada Pasien Hepatitits
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia akan
disajikan dengan teks naratif dengan tetap menjaga kerahasiaan pasien.
c.
Kesimpulan
Dari data yang telah disajikan
kemudian peneliti membahas data dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan
secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Peneliti melakukan penarikan
kesimpulan yang berdasarkan dari masalah dalam studi kasus yaitu Pasien Hepatitits
Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia, yang mencakup pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
3.7
Etika Penelitian
Etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :
1.
Informed
Consent (persetujuan menjadi responden)
Informed
consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed
consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya (Hidayat, 2014).
2.
Anonimity (tanpa nama)
Merupakan masalah yang
memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan
disajikan(Hidayat, 2014).
3.
Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah
ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang
telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar