Kamis, 30 Juni 2016

hepatitis B dengan hipertermi



ASUHAN KEPERAWATAN PADA HEPATITIS B

 DENGAN HIPERTERMI DI RUANG DAHLIA
RSUD JOMBANG


KARYA TULIS ILMIAH


Oleh:

ARGA NUR PRASETIAWAN
NIM. 121402046






SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN 
STIKES PEMKAB JOMBANG
PRODI D III KEPERWATAN
2015
 

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Hepatitis virus merupakan penyakit infeksi utama dunia yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, meskipun saat ini sudah tersedia vaksin yang efektif dalam bentuk pengobatan antivirus.Di Indonesia angka kejadian infeksi hepatitis B kronis diperkirakan mencapai 5-10 persen dari jumlah penduduk. Hepatitis B termasuk pembunuh diam-diam karena banyak orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi sehingga terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup.  hal ini biasa di tandai dengan panas (hipertermi) yang berkepanjangan. Hipertermi  merupakan peningkatan suhu tubuh >37,5 yang dapat disebabkan oleh gangguan hormon, gangguan metabolisme, peningkatan suhu lingkungan sekitar. Padapasien Hepatitis dengan  masalah hipertermi jika tidak segera diatasi dapat berakibat  fatal seperti  kejang demam, syok, dehidrasi, syok dan dapat terjadi kematian ( Lusia, 2015). Hepatitis B termasuk pembunuh diam-diam karena banyak orang yang tidak tahu dirinya terinfeksi sehingga terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup.
Badan Kesehatan Dunia (WHO)  tahun 2011 dalam Anna (2011) menyebutkan, hingga saat ini sekitar dua miliar orang terinfeksi virus hepatitis B di seluruh dunia dan 350 juta orang di antaranya berlanjut jadi infeksi hepatitis B kronis. Diperkirakan, 600.000 orang meninggal dunia per tahun karena penyakit tersebut.(WHO, 2011). Berdasarkan data pasien rawat inap di Ruang Dahlia RSUD Jombang  pada  tahun 2013  terdapat 63 pasien dengan dengan rata – rata 5 -6 pasien perbulan jumlah ini meningkat 21,45% pada tahun 2014 yakni terdapat 78 pasien dengan rata – rata 6 – 7 pasien perbulan sedangkan di tahun 2015 terdapat 10 pasien dengan rata – rata 2 – 3 pasien perbulan per april 2015 dengan diagnosa medis Hepatitis. (Rekam Medik RSUD Jombang, 2015)
Prognosis pasien hepatitis B bervariasi sesuai dengan kondisi individu. Pasien dengan hepatitis B akut, sekitar 90% memiliki kasus yang baik dan sembuh sepenuhnya, seperti gagal jantung kongestif, anemia berat, dan diabetes mellitus, mungkin saja berkepanjangan dan lebih cenderung memiliki hepatitis parah. Meskipun tingkat kematian bagi kebanyakan kasus hepatitis B rendah, pasien sakit parah untuk dirawat di rumah sakit karena hepatitis B akut memiliki 1% tingkat kematian.Pada pasien dengan infeksi terus menerus 10-30% mengembangkan hepatitis kronis.Pasien dengan hepatitis kronis 20-50% pasien berkembang menjadi sirosis dan sekitar 10 % dari mereka yang maju ke sirosis dapat mengembangkan karsinoma hepatoseluler.( Arif Muttaqin,2013 )
Hiperterni  pada hepatitis dapat di akibatkan karena pembengkakan  hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta (Kusuma & Nurarif, 2013). Hipertermi  merupakan peningkatan suhu tubuh >37,5 yang dapat disebabkan oleh gangguan hormon, gangguan metabolisme, peningkatan suhu lingkungan sekitar. Pada masalah hipertermi jika tidak segera diatasi dapat berakibat  fatal seperti  kejang demam, syok, dehidrasi, syok dan dapat terjadi kematian (Lusia, 2015).
Dari masalah  Hipertermi di atas maka  perlu dilakukan upaya agar masalah hipertermi berkurang, yaitu dengan melakukan  intervensi  dan implementasi Asuhan Keperawatan Hipertermi dengan  mengajarkan tekhnik non farmakologi seperti pemberian kompres hangat dan tindakan kolaborasi yaitu dengan pemberian analgesik.
1.2   Batasan Masalah
Masalah  pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Pada Pasien  Hepatitis  berusia 40-50 tahun pada pasien pertama kali MRS sampai 7 hari perkembangan Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.3  Rumusan  Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.4  Tujuan Penelitian
1.4.1        Tujuan Umum
Mahasiswa Mampu  melakukan Asuhan Keperawatan Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.4.2   Tujuan Khusus
Melakukan pengkajian  keperawatan Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.       Menetapkan  Diagnosis  Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
2.       Meyusun Perencanaan Keperawatan Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
3.      Melaksanakan Tindakan Keperawatan Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
4.       Melakukan evaluasi Keperawatan Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
1.5    Manfaat Penelitian
1.5.1        Manfaat Teoritis 
a.       Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam menerapkan secara langsung Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
b.      Bagi Institusi Pendidikan
Menambah referensi dan sebagai wacana diperpustakaan mengenai Asuhan Keperawatan Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
c.       Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai acuan atau bahan referensi untuk membuat dan mengembangkan sebuah penelitian Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang

1.5.2        Secara Praktis
1.  Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam menangani kasus Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
2.  Bagi Pelayanan Kesehatan
Untuk meningkatkan pelayanan yang sesuai kebutuhan masyarakat dalam Asuhan Keperawatan Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang
3.  Bagi Responden
Membantu responden dalam mencegah komplikasi yang mungkin terjadi dan mempercepat dalam proses pemulihan pada Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang



BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1  KonsepDasar hepatitis
2.1.1  Pengertian 
Hepatitis adalah peradangan pada hati (liver) yang disebabkan oleh virus. virus hepatitis termasuk virus hepatotropiuk yang dapat mengakibatkan hepatitis A (HAV), hepatitis B (HBV), hepatitis C (HCV), Delta hepatitis (HDV), hepatitis E (HEV), hepatitis F dan hepatitis G (Nur Arif & Kusuma, 2013).
Hepatitis adalah suatu infeksi sistemik yang terutama mempengaruhi hati.Meskipun agen-agen ini dapat dibedakan berdasarkan sifat antigennya.Secara klinis kelima jenis virus tersebut menimbulkan penyakit yang sama. Di satu pihak penyakit ini memiliki gambaran klinis yang luas dari asimtomatis dan tidak jelas sampai infeksi fulminan atau infeksi akut fatal yang lazim pada kelima jenis virus tersebut dan pada pihak lain dari infeksi persisten subklinis sampai penyakit hati kronis progresif cepat dengan sirosis dan bahkan karsinoma hepatoseluler yang lazim pada jenis yang ditularkan lewat darah ( HBV,HCV,dan HDV ).(Elin, 2009)
2.1.2  Etiologi
Klasifikasi agen penyebab hepatitis virus yaitu :
1.      Transmisi secara enteric terdiri dari virus hepatitis A (HAV) dan virus hepatitis E (HEV). Virus tanpa selubung, tahan terhadap cairan empedu, ditemukan di tinja.Tidak dihubungkan dengan penyakit kronik.Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal.
2. Transmisi melalui darah terdiri atas virus hepatitis B (HBV),virus  hepatitis D (HDV),dan virus hepatitis C (HCV). Virus dengan selubung (envelope), rusak bila terpajan cairan empedu/detergen, tidak terdapat dalam tinja, dihubungkan dengan penyakit hati kronik, dihubungkan dengan viremia yang persisten       
2.1.3  Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu
1. Fase inkubasi : waktu antara masuknya virus dan   timbulnya  gejala  atau ikterus. Panjang fase tergantung pada dosis inokulum,makin pendek fase inkubasi.
2. Fase prodormal (pra ikterik) : fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus, awitannya dapat disingkat atau insidious ditandai dengan malaise umum, mudah lelah, gejala saluran nafas atas dan anoreksia, diare, demam, dan nyeri abdomen di kuadran kanan atsa atau epigastrium.
3. Fase ikterus : fase munculnya setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodormal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalen (penyembuhan) : menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada.Nafsu makan kembali normal, keadaan akut akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu untuk hepatitis B.
Secara umum agen penyebab hepatitis virus dapat diklasifikasikan ke dalam group yaitu hepatitis dengan transmisi secara enteric dan trasmisi melalui darah (Nurarif & Kusuma, 2013).
2.1.4 Tanda dan Gejala
1. Malaise, anoreksia, mual dan muntah.
2. Gejala flu, faringitis, fotopobia, sakit kepala.
3. Demam ditemukan pada infeksi Hepatitis BVirus.
4. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap.
(Nurarif& Kusuma, 2013)
2.1.5 Jenis-jenis hepatitis
1. Hepatitis akut     : infeksi virus sistemik yang berlangsung selama
< 6 bulan.
2. Hepatitis kronis    : gangguan-gangguan yang terjadi > 6 bulan dan
   kelanjutan dari hepatitis akut.
3. Hepatitis fulminan : perkembangan mulai dari timbulnya hepatitis
     hingga kegagalan hati dalam waktu kurang
    dari 4 minggu oleh karena itu hanya terjadi
    pada bentuk akut.
(Nurarif& Kusuma, 2013)




2.1.6 Patofisiologi



































2.1.7 Faktor resiko

Hepatitis A
Hepatitis B
Hepatitis C
Hepatitis D
HepatitisE
Nama sebelumnya.
Hepatitis infeksiosa
Hepatitis serum.
Hepatitis non-A non-B


Epidemiologi.
Penyebab.
Virus hepatitis A (HAV).
Virus hepatitis B (HBV).
Virus hepatitis C (HCV).
Virus hepatitis D (HDV).
Virus hepatitis E (HEV).
Cara penularan
Jalur fekal-oral snitasi yang jelek. Kontak antar manusia dibwa oleh air dan makanan.
Parenteral, atau lewat kontak dengan karier atau penderita infeksi akut. Kontak seksual dan oral-oral. Penularan perinatal dari ibu kepada bayinya. Ancaman kesehatan kerja yang penting bagi tugas kesehatan.
Tranfusi darah dan produk darah, terkena darah yang terkontaminasi yang lewat peralatan atau parafenalia obat.
Sama seperti HBV. Antigen permukaaan HBV diperlukan untuk replikasi pola penularan serupa dengan pola penularan hepatitis B.
Jalur fekal-oral kontak antar manusia dimungkinkan meskipun resikonya rendah.
Inkubasi
15-49 hari. Rata-rata 30 hari.
28-160 hari. Rata-rata 70-80 hari.
15-160 hari. Rata-rata 50 hari.
21-140 hari. Rata-rata 35 hari.
15-65 hari. Rata-rata 42 hari.
Imunitas.
Homologus.
Homologus.
Serangan kedua dapat homologus menunjukkan imunitas yang rendah atau infeksi oleh agen lain.
Homologus.
Tidak diketahui.
Sifat sakit.
Tanda dan gejala.
Dapat terjadi dengan atau tanpa gejala, sakit mirip flu.
Fase praikterik.
Sakit kepala, malaise, fatigue, anoreksi, febris.
Fase ikterik.
Urin yang berwarna gelap, gejala ikterus pada sclera dan kulit, nyeri tekan pada hati.
Dapat terjadi tanpa gejala. Dapat timbul ruam.
Serupa dengan HBV, tidak begitu berat dan anikterik.
Serupa dengan HBV
Serupa dengan HAV sangat berat  pada wanita yang hamil.
Hasil akhir
Biasanya ringan dengan pemulihan. Angka fatalitas
< 1%. Tidak terdapat status karier atau meningkatnya resiko hepatitis kronis, sirosis atau kanker hati.
Dapat berat. Angka fatalitas 1%-10%. Status karier mungkin terjadi. Meningkatnya resiko hepattis kronis, sirosis dan kanker hati.
Sering terjadi status karier yang kronis dan penyakit hati yang kronis. Meningkatnya resiko kanker hati.
Serupa dengan HBV, tetapi kemungkinan status karier, hepatis aktif yang kronis dan sirosis lebih besar.
Serupa dengan HAV, kecuali sangat berat pada wanita yang hamil.
( Brunner, 2012 )
2.1.8 Gambaran klinis
Pada klinis yang sembuh spontan :
1. Spektrum penyakit mulai dari asimtomatik, infeksi yang tidak nyata sampai kondisi yang fatal sehingga terjadi gagal hati akut.
2. Sindrom klinis yang mirip pada semua virus penyebab mulai dari gejala prodormal yang non spesifik dan gejala gastrointestinal, Seperti :
a. Malaise, anoreksia, mual dan muntah.
b. Gejala flu, faringitis, batuk, fotopobia, sakit kepala.
3. Awitan gejala cenderung muncul mendadak pada HAV dan HEV, Pada virus yang lain secara insidious.
4. Demam jarang ditemukan kecuali pada infeksi HAV.
5. Immune complex mediated serum sickness like syndrome dapat ditemukan pada kurang dari 10% pasien dengan infeksi HBV, jarang pada infeksi virus yang lain.
6. Gejala prodormal menghilang pada saat timbul kuning, tetapi gejala anoreksia, malaise dan kelemahan dapat menetap.
7. Ikterus didahului dengan kemunculan urin berwarna gelap, pruritus (biasanya ringan dan sementara) dapat timbul ketika ikterus meningkat.
8. Pemeriksaan fisis menunjukkan pembesaran dan sedikit nyeri tekan pada hati.
9. Splenomegali ringan dan limfadenopati pada 15%-20% pasien.
(Nurarif& Kusuma, 2013)
2.1.9 Penatalaksanaan
1.  Biasakan konsumsi makanan yang bersih dan lihat dulu jika memilih tempat makan.
2. Biasakan cuci tangan sebelum makan dan setelah aktivitas karena mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi.
3. Banyak minum air putih.
4.  Olahraga secara teratur dan cukup istirahat.
5. Orang tua harus memberikan perhatian khusus pada anak dalam pemilihan makanan serta memberikan pendidikan akan pentingnya kebersihan agar tidak terkena virus yang dapat menyebabkan penyakit hepatitis.
6. Bayi sebaiknya ibu memberikan imunisasi secara tepat waktu untuk mencegah terjadinya hepatitis.
(Nurarif& Kusuma, 2013)
2.1.10 Pencegahan Hepattis B
1.  Memutuskan rantai penularan.
2. Melindungi individu yang berisiko tinggi melalui imunisasi aktif   vaksin hepatitis B.
3. Imunisasi pasif bagi individu yang tidak terlindungi namun terpajan virus hepatitis B.
2.1.11  Pengobatan hepatitis B.
1. Terapi yang direkomendasikan untuk pasien dengan bukti penyakit kronis aktif ( peningkatan kadar aminotransferase, HBV DNA (+), HBsAg). Inisiasi pengobatan dengan lamivudine, terutama sebelum dan setelah transplantasi hati dalam rangka mencapai penekanan virus dan mencegah kambuhnya penyakit setelah prosedur.
2. Pembedahan. Reseksi bedah karsinoma hepatoseluler atau orthotopic transplantasi hati (OLT) adalah pengobatan pilihan untuk pasien dengan kegagalan hepatik fulminan yang gagal untuk memulihkan dan untuk pasien dengan stadium akhir penyakit hati.
3.    Terapi diet. Pada kondisi akut dan hepatitis kronis (non-sirosis) pemberian diet tidak ada pembatasan.Pada sirosis (tanda-tanda yang menonjol atau ensefalopati hipertensi portal).
4.    Penatalaksanaan lainnya diet natrium rendah (1,5 g/hari), tinggi kalori-protein. Dalam kasus hiponatremia, cairan pembatasan (1,51/hari)
(Muttaqin,2011).
2.1.12  Pemeriksaan penunjang pada penyakit hepatitis :
 1.  Tes fungsi hati.
     Bertujuan untuk mengkaji keadaan penyakit hati dan untuk membedakan antara hepatitis virus dan non virus.Menunjukkan abnormal bila mencapai 4-10 kali dari normal.
 2. SGOT/SGPT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase/serum Glutamic Piruvic Transminase). Bertujuan untuk mengetahui adanya kerusakan sel hati. Pada penderita hepatitis awalnya akan terjadi peningkatan jumlah dan dapat meningkatkan 1-2 minggu sebelum ikterus kemudian menurun.
3.     Leucopenia
   Bertujuan untuk mengetahui jumlah leukosit di dalam darah. Mungkin juga ditemukan adanya trombositopenia dan splenomegali
4.   Diferensial darah lengkap.
                       Untuk mengungkapkan banyak hal mengenai penyakit hati maka perlu dilakukan  pemeriksaan darah lengkap. Antara lain ditemukan leukositosis, monositosis, limfosit anti fikal dan sel plasma.
5.   Feses.
     Pemeriksaan ini untuk membantu diagnosis ferensial ikterus.Biasanya ditemukan warna feses tanah liat dan steatorrhea yaitu jumlah lemak yang berlebihan yang menunjukkan adanya penurunan fungsi hati.
6.   Albumin serum.
 Merupakan radio farmasetikal yang digunakan dalam penentuan kumpulan darah dan volume plasma.Serta berfungsi untuk menilai fungsi hati.Pada penderita hepatitis terjadi penurunan.
7.   Gula darah.
     Karena hati juga berperan dalam mengatur kestabilan kadar gula maka perlu dilakukan pengukuran gula darah. Pada penderita hiperglikemi transien atau hipoglikemi, Menunjukkan terjadinya gangguan fungsi hati.
8.     HbsAg
     Dilakukan untuk menentukan adanya virus hepatitis B di dalam darah baik dalam kondisi aktif ataupun sebagai carrier. Hasilnya dapat positif (tipe B) atau negative (tipe A).        
9.    Urinalisa.
     Untuk mengetahui apakah produk empedu masih ada dan apakah empedu sampai ke usus. Biasanya terjadi peningkatan kadar bilirubin dan protein.
(Arif&Kumala, 2011)


2.1  Konsep Hipertermi
2.1.1        Pengertian Hipertermi
Hipertermi  merupakan peningkatan suhu tubuh >37,5 yang dapat disebabkan oleh gangguan hormon, gangguan metabolisme, peningkatan suhu lingkungan sekitar. Pada masalah hipertermi jika tidak segera diatasi dapat berakibat  fatal seperti  kejang demam, syok, dehidrasi, syok dan dapat terjadi kematian (Lusia, 2015).
2.1.2             Mekanisme Hipertermi
Pusat pengaturan suhu tubuh terletak di hipotalamus anterior dimana terdapat  suatu pusat kecil yang mengatur suhu tubuh. Pemanasan dari ini menyebabkan  fase dilatasi semua pembuluh darah tubuh.  Salah satu penyebabnya peningkatan suhu tubuh adalah peradangan karena masuknya suatu virus dalam tubuh akan berkompenasasi  terhadap peradangan yang ditandai dengan hipertermi  atau peningkatan suhu tubuh.
2.2.3  Patofisiologi Hipertermi


 



2.2.4    Macam – macam suhu tubuh
               Macam-macam suhu tubuh menurut (Tamsuri Anas 2007) :
1)      Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
2)      Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 – 37,5°C
3)      Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 – 40°C
4)      Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C



2.2.5        Penatalaksanaan
Tindakan keperawatan dengan hypertermi
1.      Non Farmakologi
a.       Jangan panik
b.      Monitor kondisi (Mengukur suhu tubuh)
c.       Berikan kompres hangat dengan suhu  20menit
d.      Anjurkan untuk tirah baring (bed rest)
e.       Buka pakaian dan selimut yang berlebihan
f.       Perhatikan suhu kamar dan aliran udara di dalam ruangan (udara segar).
g.      Usahakan pasien tidak stres atau bertambah stress
2.      Farmakologi 
Penatalakasanaan medis yang diberikan yaitu :
a.       Pemberian obat antibiotik.
b.      Pemberian obat antiradang (anti inflamasi)
c.       Pemberian obat antipiretik
d.      Pemberian obat antiemetik (mual-muntah).
(Ardiansyah, 2013)
3.      Pemberian Kompres pada Klien
a.       Ketika memberikan kompres hangat pada klien, harus tetap di perhatikan suhu dari kompres itu sendiri untuk keefektifan kompres dalam mengurangi panas pada tubuh(Potter & Perry,2010)
b.      Air hangat (46,5-51,5ºC)  memiliki dampak fisiologis bagi tubuh, yaitu pelunakan jaringan fibrosa, mempengaruhi oksigenasi jaringan sehingga dapat mencegah kekakuan otot, memvasodilatasikan dan memperlancar aliran darah, sehingga dapat menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri (Ulya dan Hidayat, 2008).
c.       Tidak boleh meletakkan kantong air hangat di bagian tubuh yang telanjang, harus di lapisi dengan kain flanel atau handuk.
d.      Kantong air hangat yang di letakkan di atas bagian badan tertentu hanya boleh di isi air sepertiga bagian untuk menghindari berat yang tidak di perlukan.
4.      Penatalaksanaan Pemberian Kompres
Menurut Ulya dan Hidayat (2008), cara pemberian kompres hangat pada klien untuk mengatasi hipertermi adalah sebagai berikut :
1)        Persiapan Alat dan Bahan :
a)        Botol kompres
b)        Sarung botol
c)        Air hangat dengan suhu 46-51,5ºC
d)       Termometer
2)        Tahap Kerja
a)        Cuci tangan
b)        Jelaskan pada klien mengenai prosedur yang akan di lakukan.
c)        Ukur suhu air menggunakan termometer.
d)       Isi botol dengan air hangat, kemudian di keringkan dan bungkus atau lapisi botol dengan sarung botol.
e)        Tempat botol berisi air hangat pada daerah yang kan di kompres.
f)         Angkat botol tersebut setelah 20 menit, dan lakukan kompres ulang jika panas belum teratasi.
g)        Kaji perubahan selama kompres dilakukan.
2.3. Konsep asuhan keperawatan Hepatitis
       2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien. Data yang dikumpulkan dalam pengkajian ini meliputibio-psiko-sosio-spiritual. Dalam proses pengkajian ada 2 tahap yang perlu dilalui yaitu pengumpulan data dan analisa data.
1.    Pengumpulan data
Pada tahap ini  merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi (data-data)dari pasien yang meliputi unsur bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif secara lengkap dan relevan untuk mengenal pasien agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.          
a)    Identifikasi.
Biasa terjadi pada pasien yang belum pernah mendapatkan imunisasi hepatitis.
b)    Keluhan utama.
Penderita datang untuk berobat dengan keluhan badan terasa panas tidak kunjung turun, nyeri perut, muntah darah 
c)    Riwayat penyakit sekarang.
Riwayat kesehatan yang mencakup demam (hipertermi berkepanjangan), malaise, mual, muntah, anoreksia, feses berwarna tanah liat, dan urine pekat.
d)   Kesehatan dahulu
          Pasien hepatitis sering memiliki latar belakang pengonsumsi alkohol dan obat-obatan.
e)    Riwayat kesehatan keluarga.
          Pasien mempunyai keluarga dengan mengidap hepatitis dan tinggal dalam rumah dan melakukan aktivitas yang kontak secara langsung.
2.3.2        Fokus Pengkajian
1.      Keadaan umum.
Pasien tampak lemah
2.      Tanda Tanda Vital   :
TD                   : Tekanan darah meningkat sebagai respon nyeri.
Nadi                : Nadi meningkat sebagai respon nyeri.
Suhu                            : Suhu tubuh meningkat karna terjadi
RR                   :  RR meningkat sebagai respon dari nyeri.
3.      Data Subjektif
a)      lemah
b)      Demam (hipertermi) 
c)      Nyeri kepala dan nyeri perut
d)     Kembung, mual, muntah
e)      Dehidrasi
4.      Data Objektif
a)      Tampak lemah dan pucat
b)      Demam (Hipertermi) >37,5ºC
c)      Tampak nyeri kepala dan nyeri perut
d)     Kembung, mual, muntah
e)      Bradikardi
5.      Pemeriksaan Head To Toe Pada Pasien Hepatitis
a)      Kepala.
Inspeksi : Rambut pada umumnya pada pasien hepatitis adalah pada rambut yang mengalami kerontokan.
b)      Muka
Inspeksi  : Wajah tampak pucat
c)      Mata
Inspeksi : Sklera Ikterus dankonjungtiva anemis ,
d)     Hidung
Inspeksi  : Terdapat pernafasan  cuping hidung.
e)      Mulut
Inspeksi  : Selaput kotor, napas bau tak sedap, mukosa bibir kering
f)       Leher.
Inspeksi    : tidak ada pembesaran vena jugularis.
Palpasi      : tidak ada nyeri tekan.
g)      Dada.
Pada pasien hepatitis terdapat pernafasan gerakan dada dan perut tidak seirama,sesak nafas,pernafasan dangkal.Peningkatan nadi dan tensi darah meningkat.
h)      Abdomen.
Inspeksi    :   Terdapat asites.
Palpasi      : Hepatomegaly dan nyeri kuadran kanan atas mungkin ada splenomegali dapat terjadipada 10%-20%.
Perkusi      : hipertimpani.
                        Auskultasi : terdapatkan peningkatan bising usus
i) Ektremitas.
1. Edema
Edema dapat dijumpai pada penderita penyakit hati kronis. Penimbunan cairan pada penyakit hati dimulai dari rongga perut (asites) lalu diikuti tempat-tempat lainnya.
2. Clubbing
Clubbing biasa dijumpai pada penyakit-penyakit kronis.Pada hepatitis akut tidak ditemukan.
3. Eritema Palmaris
Eritema palmaris (liver palms) yaitu salah satu kelainan yang dapat dijumpai pada penderita kegagalan hati. Tangan penderita akan tampak merah tua dan teraba panas (hangat) terutama pada hipotenar, tenar dan pada jari.


       2.3.3 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan potensial atau aktual.Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis.
1. Hipertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,   Perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbs dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolic karena anoreksia, mual dan muntah.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembekakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta.
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis.
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritas sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu.
(Nur Arif & Hidayat, 2013)
2.3.4. Intervensi. Keperawatan
Perencanaan merupakan  suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang membutuhkan berbagai pengetahuan dan keterampilan, diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktik keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi keperawatan, dan bekerja sama dengan tingkat kesehatan lain (Alimatul Aziz, 2014).
1.      Hipertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar.
Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama                                     4x24 jam diharapkan suhu dalam batas normal.
Kriteria Hasil  :           
a.       Suhu Tubuh normal : 36,5 – 37,5 ºC
b.      Pasien tampak rileks
c.       Demam hilang pada hari ke 3
d.      Tidak ada nyeri abdomen
                        Intervensi Keperawatan :
1.      Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2 atau 4 jam
Rasional   : Tindakan ini sebagai dasar untuk menentukan  intervensi.
2.      Observasi membran mukosa, dan turgor kulit
Rasional   :    Untuk mengidentifikasi tanda-tanda dehidrasi akibat panas.
3.      Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan paha.
Rasional    : Kompres hangat memberikan efek vasodilatasi pembuluh darah, sehingga mempercepat penguapan tubuh
4.      Anjurkan pasien untuk tirah baring (bed rest) sebagai upaya pembatasan aktivitas selama fase akut
Rasional :    Menurunkan kebutuhan metabolisme tubuh sehingga turut menurunkan panas
5.      Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
Rasional : pakaian tipis memudahkan penguapan panas. Saat suhu tubuh naik, pasien akan banyak mengeluarkan keringat
6.      Berikan terapi obat golongan antipiretik sesuai program medis dan evaluasi aktifitasnya
Rasional     : untuk menurunkan  atau mengontrol panas badan
7.      Pemberian antibiotik sesuai program
Rasional : untuk mencegah infeksi dan mencegah penyebaran infeksi
8.      Observasi hasil pemeriksaan darah dan feses
Rasional         : untuk mengetahui perkembangan penyakit typus dan efektivitas terapi
(Ardiansyah, 2012)
2.3.5        Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang spesifik.Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan keperawatan disusun dan ditujukan pada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Jenis tindakan pada implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri (independent), saling ketergantungan atau kolaborasi (interdependent), dan tindakan rujukan atau ketergantungan (dependent).Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda dengan rencana.Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal (Kurniawati, 2004 dalam nurjanah 2005 dalam widuri, 2010)
2.3.6        Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
Faktor-faktor yang dievaluasi ada beberapa komponen, yaitu meliputi:
a.    Kognitif (pengetahuan)
Lingkup evaluasi pada kognitif adalah pengetahuan klien mengenai penyakit, pengobatan, diet, aktivitas, komplikasi dan pencegahan. Informasi ini dapat diperoleh dengan cara interview. Interview dengan cara menanyakan kepada klien untuk mengingat beberapa fakta yang sudah diajarkan, menanyakan kepada klien untuk menyatakan informasi yang spesifik dengan kata-kata klien sendiri dan mengajak klien pada situasi hipotesa dan tanyakan tindakan yang tepat terhadap apa yang ditanyakan.
b.    Afektif (status emosional)
Dengan cara observasi langsung, yaitu observasi ekspresi wajah, postur tubuh, nada suara, isi pesan secara  verbal pada waktu melakukan wawancara. Feedback dari staf kesehatan lain.
c.    Psikomotor (perilaku)
Yaitu dengan cara melihat apa yang dilakukan klien sesuai dengan yang diharapkan.
d.   Perubahan fungsi tubuh dan gejala
Perawat dapat memfokuskan pada bagaimana fungsi kesehatan klien berubah setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1)   Evaluasi berjalan (formatif)
Dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh klien.
Format yang dipakai adalah:    
a)    S : data subjektif
Perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan klien.
b)   O : data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
c)    A : analisis
Penilaian dari kedua jenis data apakah berkembang kearah perbaikan atau kemunduran.
d)   P : perencanaan
Rencana pananganan klien yang didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi.
2)   Evaluasi akhir (sumatif)
Evaluasi ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data, rencana yang perlu dimodifikasi.
Format yang dipakai adalah:
a)    S : data subjektif
Perkembangan keadaan yang didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan dan dikemukakan klien.



b)   O : data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan lain.
c)    A : analisis
Penilaian dari kedua jenis data apakah berkembang kearah perbaikan atau kemunduran.
d)   P : perencanaan
Rencana pananganan klien yang didasarkan pada hasil analisis diatas yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan atau masalah belum teratasi.
e)    I : implementasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
f)     E : evaluasi
Penilaian tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah klien teratasi.
g)   R : reassessment
Bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi, pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data subjektif, objektif dan proses analisisnya.
  


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1   Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus dengan pendekatan Asuhan Keperawatan Pada Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang, yang meliputi pengkajian,diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

3.2   Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1        Waktu Penelitian
Studi kasus ini dilakukan sejak pasien pertama kali MRS sampai 7 hari perkembangan pasien
3.2.2        Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pavilliun Dahlia RSUD Jombang.

3.3   Subyek Penelitian
Adapun jumlah subyek penelitian adalah dua pasien dengan masalah keperawatan yang sama, pada pasien Demam Pasien  Hepatitis Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD. Dengan kriteria pasien:
1)      Dua pasien dengan diagnose medis Demam Hepatitis dengan masalah Hipertermi
2)      Pasien Hepatitis Laki-laki dengan usia 40-50th
3)      Suhu pasien º
4)      Pasien bersedia dilakukan asuhan keperawatan oleh peneliti

3.4   Pengumpulan Data
Menurut Burns dan Grove (1999) dalam Nursalam (2013), pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian. Dalam penelitian studi kasus ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah :
3.4.1        Data primer
Data diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data. Dalam penelitian ini data primer meliputi :
1.      Wawancara
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Peneliti melakukan wawancara dengan  Pasien  Hepatitits Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang, Wawancara yang dilakukan peneliti meliputi : 
a.       Anamnesis berisi tentang identitas pasien, keluhan utama.
b.      Riwayat penyakit sekarang, yaitu tentang keluhan yang dirasakan pasien hingga pasien rawat inap di rumah sakit.
c.       Riwayat penyakit dahulu, yaitu  Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit yang lain yang berhunbungan dengan penyakit Komplikasi , sehingga menyebabkan penyakit Hepatitis
d.      Riwayat penyakit keluarga, yaitu mengenai Ada tidaknya di dalam anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau penyakit gastrointestinal lainnya.
2.      Observasi pemeriksaan fisik
Observasi keluhan pasien mengenai hipertermi,dan pemerikasaan fisik dengan pendekatan IPPA (Inspeksi, palpasi, pekusi, auskultasi. Menggunakan Lembar Observasi terlampir.
3.4.2        Data sekunder
Data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya (Saryono & Anggraeni, 2013). Dalam penelitian ini data primer meliputi :
1.      Studi dokumentasi
Adalah semua bentuk sumber informasi yang berhubungan dengan dokumen. Pengambilan kasus ini akan menggunakan catatan yang ada di list / status pasien untuk memperoleh informasi data medik yang ada di RSUD Kabupaten Jombang.
2.      Studi kepustakaan
Merupakan bahan-bahan pustaka yang sangat penting dalam menunjang latar belakang teoritis dalam suatu penelitian. Pada kasus Pasien  Hepatitis B Dengan Masalah Hipertermi dibutuhkan waktu kurang menggunakan bahan referensi yang bersumber pada jurnal, buku-buku, website dari direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan kementerian kesehatan Republik Indonesia dari tahun 2010-2014.

3.5   Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau informasi yang di peroleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Uji keabsahan data dilakukan dengan :
1.      Memperpanjang waktu pengamatan
Menggali sumber informasi tambahan menggunakan tiga sumber data utama yaitu Asuhan Keperawatan Pada Pasien  Hepatitits Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia RSUD Jombang.

3.6   Analisa Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengungkap fenomena (Nursalam, 2013). Peneliti melakukan analisa data dengan urutan sebagai berikut :
a.       Reduksi data 
Merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokus pada hal-hal yang penting, mencari teman dan polanya. Dalam penelitian ini hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, dalam lembar observasi yang ditulis penelitian mencakup pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi dalam setiap kali kunjungan.
b.      Penyajian Data
Penyajian data Pada Pasien  Hepatitits Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia akan disajikan dengan teks naratif dengan tetap menjaga kerahasiaan pasien.
c.       Kesimpulan
Dari data yang telah disajikan kemudian peneliti membahas data dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Peneliti melakukan penarikan kesimpulan yang berdasarkan dari masalah dalam studi kasus yaitu Pasien  Hepatitits Dengan Masalah Hipertermi Di Ruang Dahlia, yang mencakup pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.     
3.7   Etika Penelitian
Etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :
1.      Informed Consent (persetujuan menjadi responden)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya (Hidayat, 2014).
2.      Anonimity (tanpa nama)
Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan(Hidayat, 2014).
3.      Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2014).



                                                                                         









Tidak ada komentar:

Posting Komentar