Kamis, 30 Juni 2016

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR FEMUR



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi industri berdampak pada peningkatan mobilitas masyarakat. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka kejadian Kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan disebabkan karena banyaknya pengguna kendaraan bermotor yang tidak mematuhi rambu - rambu lalu lintas sehingga dapat mengakibatkan trauma, salah satu Bentuk trauma yang mengenai sistem  musculoskeletal  yaitu terjadinya Fraktur  atau patah tulang. Fraktur dapat mengenai ekstremitas atas maupun bawah. Pada ekstremitas bawah terutama pada fraktur femur. Fraktur femur terbuka maupun tertutup akibat kecelakaan lalu lintas harus selalu di perhatikan, karena Setiap Fraktur selalu menimbulkan masalah nyeri, dimana nyeri merupakan gangguan ketidaknyamanan pada setiap orang (Andarmoyo,2013)
Menurut Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2013 terdapat 67% korban kecelakaan lalu lintas berada pada usia produktif, yakni usia 22-50 tahun. Menurut Riskesdas prevalensi cedera di Indonesia  adalah  8,2 %. Tahun 2013 prevalensi cedera di Jawa Timur  9,3% (Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI, 2013).
Berdasarkan data yang di dapatkan, di paviliun Asoka RSUD kabupaten  Jombang pada tahun 2014  tercatat 32 pasien dengan diagnosa medis fraktur femur , dengan rata-rata pasien 2-5 orang perbulan.
Fraktur  merupakan ancaman  potensial atau  aktual  pada integritas, seseorang akan mengalami gangguan biologis maupun psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan, yang di definisikan dalam berbagai perspektif (Andarmoyo, 2013). Rasa nyaman nyeri timbul hampir pada setiap area fraktur, Nyeri di pengaruhi oleh beberapa hal yaitu: usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna Nyeri, perhatian, ansietas,keletihan, pengalaman sebelumnya, gaya koping, dukungan keluarga (Andarmoyo, 2013).  Pengelolaan  Nyeri  fraktur  bukan saja merupakan upaya mengurangi penderitaan klien, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup klien (Helmi, 2012). Nyeri bila  tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang akan mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
Pada dasarnya nyeri adalah suatu keadaan yang mengganggu kenyamanan sehingga Perawat perlu melakukan upaya agar masalah nyeri yang di timbulkan dari fraktur femur ini dapat berkurang atau hilang, yaitu dengan melakukan  intervensi  dan implementasi Asuhan Keperawatan Nyeri yang terbagi menjadi dua garis besar, yaitu: Pain Management  yaitu  mengajarkan tekhnik non farmakologi seperti distraksi dan relaksasi. Analgesic Administration  yaitu menentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri dan memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali  (NANDA, 2013).
Dari Latar Belakang di atas, maka penulis terdorong untuk melakukan Studi Kasus dengan judul: Asuhan Keperawatan pada Pasien Fraktur Femur dengan Nyeri Akut di RSUD Jombang.
1.2  Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Pasien  Fraktur Femur dengan Nyeri Akut di Paviliun Asoka RSUD Jombang.
1.3  Rumusan  Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien  Fraktur Femur dengan Nyeri Akut di paviliun Asoka RSUD Jombang ?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
           Melakukan  asuhan  keperawatan  pada pasien  fraktur femur dengan nyeri akut di RSUD Jombang.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.         Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien fraktur femur dengan nyeri akut di paviliun asoka RSUD Jombang
2.         Menetapkan diagnosis keperawatan pada pasien fraktur femur dengan nyeri akut di paviliun asoka RSUD Jombang
3.         Meyusun perencanaan keperawatan pada pasien fraktur femur dengan nyeri akut di paviliun asoka RSUD Jombang
4.         Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien yang fraktur femur dengan nyeri akut di paviliun asoka RSUD Jombang
5.         Melakukan evaluasi keperawatan pada pasien fraktur femur dengan nyeri akut di paviliun asoka RSUD Jombang



1.5 Manfaat
Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini diharapkan dapat memberi manfaat:
1.5.5     Manfaat Teoritis 
Hasil studi kasus ini merupakan pengembangan  bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada pasien fraktur femur dengan nyeri akut.
1.5.2   Manfaat Praktis
a.       Bagi Perawat
Memberikan informasi pada perawat tentang pentingnya memperhatikan atau merawat pasien fraktur dengan nyeri akut sehingga dapat menerapkan pada pasien fraktur femur dengan nyeri akut untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi dan semakin parahnya penyakit.
b.      Bagi Tempat Penelitian
Untuk meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan kesehatan dan memberikan fasilitas untuk asuhan keperawatan pasien fraktur femur dengan nyeri akut.
c.       Bagi klien
Sebagai tambahan pengetahuan pada klien tentang penanganan dan pengobatan fraktur femur dengan nyeri akut.

BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1     Konsep Fraktur
2.1.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya continuitas tulang atau tulang rawan, umumnya di karenakan rudapaksa. Fraktur umumnya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap  (Price &Wilson, 2009).
Fraktur femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha tanpa atau disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah). Fraktur disebut terbuka apabila terdapat hubungan langsung antara tulang dengan udara luar. Kondisi ini secara umum disebabkan oleh trauma langsung pada paha. (Helmi, 2012)
2.1.2  Etiologi
1) Cedera Traumatik
 Cedera Traumatik pada tulang disebabkan oleh :
a.       Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b.      Cedera tidak Langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan.
c.       Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat .
2)   Fraktur Patologik
Dalam Hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a)      Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif .
b)      Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progeresif , lambat dan sakit nyeri. 
c)      Rakhitis ; suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya di sebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah .
3) Secara Spontan  :
Di sebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas kemiliteran

2.1.3        Tanda dan Gejala
1)                  Nyeri
         Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai otot merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2)      Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus Yang teraba antara fragmen satu dan fragmen lainnya akibat gesekan (uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
3)      Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
Terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
4)      Pemendekan tulang (pada fraktur panjang)
Yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 cm sampai 5 cm (1 inchi sampai 2 inchi).
5)      Hilangnya fungsi dan deformitas (perubahan bentuk)
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fraktur pada ekstremitas deformitas (terlihat maupun teraba). Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
2.1.4 Patofisiologi
Pada kondisi trauma, diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang femur individu dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan keendaraan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengami trauma multipel yang menyertainya.
Pada kondisi fraktur baik terbuka maupun tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan respon gagguan rasa nyaman nyeri. Selain itu juga dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu.
Secara klinis, fraktur femur terbuka sering menyebabkan kerusakan neurovaskuler yang menimbulkan manifestasi peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena kehilngan darah (pada siap patah satu tulang femur, diprediksi hilangnya darah 500 cc dari sistem vaskuler) maupun syok neorogenik karena nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan dibawah tulang femur.
Respon terhadap pembengkakan yang hebat adalah sidrom compartement. Sindrom compartement adalah suatu keadaan otot, pembuluh darah, jaringan  saraf akibat pembengkakan lokal yang melebihi kemampuan suatu compartement atau ruang lokal dengan manisfestasi gejala yang khas, meliputi keluhan nyeri hebat pada area pembengkakan, penurunan perfusi perifer secara unilateral pada sisi distal pembengkakan, CRT (capillary refill time) lebih dari 3 detik pada sisi distal pembengkakan, penurunan denyut nadi pada sisi distal pembengkakan. Komplikasi yang terjadi akibat situasi ini adalah kematian jaringan bagian distal dan memberikan implikasi pada peran perawat dalam kontrol yang optimal terhadap pembengkakan yang hebat ada klien fraktur femur.
Kerusakan fragmen tulang femur menyebabkan mebilitas fisik dan diikuti dengan spasme otot paha yang menimbulkan defomitas khas pada paha, yaitu pemendekan tungkai bawah. Apabila kondisi ini berlanjut tanpa dilakukan intervensi yang optimal, akan menimbulkan resiko terjadinya malunion pada tulang femor.
Kondisi klinis fraktur femur terbuka pada fase awal menyababkan berbagai masalah keperawatan pada klien, meliputi respon nyeri hebat akibat kerusakan veskuler dengan pembengkakan lokal yang menyebabkan sindrom kopartemen yang sering terjadi pada fraktur suprakondilus, kondisi syok hopovolemik sekunder akibat cedera vaskuler dengan pendarahan yang hebat, hambatan mobilitas fisik sekunder akibat kerusakan fragmen tulang, dan resiko tinggi infeksi sekunder akibat port de entree luka terbuka. Pada fase lanjut, fraktur femur terbuka menyebabkan kondisi malunion, non-union, dan delayed union akibat cara mobilisasi yang salah.
Intervensi medis dengan penatalaksanaan pemasangan fiksasi interna dan fikasi eksterna memberikan implikasi pada masalah resiko tinggi infeksi.( Muttaqin, 2011)
2.1.5  Pemeriksaan Penunjang
1) Foto rontgen
a)            Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b)            Mengetahui tempat atau tipe fraktur biasanya diambil sebelum dan sesudah serta selama proses penyembuhan secara peiodik (bertahap).
2)    Artelogram bila ada kerusakan vaskuler
3)        Hitung darah lengkap, HT mungkin terjadi (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada organ multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah kompensasi normal setelah fraktur.
4)        Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (X-ray). Hal yang harus dibaca pada X-ray:
a)Bayangan jaringan lunak.
b)         Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periousteum atau biomekanik atau juga rotasi
c)Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
5)   Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
a)         Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja, tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b)        Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah diruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
c)         Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d)        Computed tomografi-scanning : menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
6)      Pemeriksaan laboratorium.
2.1.6 Penatalaksanaan
          Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi dengan metode ekstensi buck, atau didahului pemakaian thomas splint, tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut disekitar daerah yang patah.
Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non-operatif. Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non-operatif, karena akan menyambung baik. Perpendekan kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena di kemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai yang normal. Hal ini dimungkinkan karena daya proses remodeling pada anak-anak.
1)      Pengobatan non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metode blance skeletal traction, pada anak dibawah 3 tahun digunakan traksi kulit bryant, sedangkan pada anak usia 3-13 tahun dengan traksi russel.
a)  Metode perkin. Pasien tidur terlentang. Satu jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan stainman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi.
b) Metode balance skeletal traction. Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor steinman pin. Paha ditopang dengan thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang oleh perarson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadang-kadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu, di pasang gips hemispica atau cast bracing.
c) Traksi kulit bryan. Anak tidur terlentang ditempat tidur. Kedua tungkai dipasang traksi kulit, kemudian ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
d) Traksi russel. Anak tidur terlentang. Dipasang plester dari batang lutut. Dipasang dari batas lutut. Dipasang sling di daerah popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungkan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus yang terbentuk belum kuat benar.
2) Operatif
Indikasi operatif antara lain
a)     Penanggulangan non-operatif gagal
b)      Fraktur multipel
c)     Robeknya arteri femoralis
d)     Fraktur patologik
e)      Fraktur pada orang-orang tua.
Pada fraktur femur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intamedullary nail. Terdapat bermacam-macam intamedullary nail untuk femur, di antaranya kuntscher nail, A0 nail, dan interlocking nail.
Operasi dapat dilakukan dengan cara terbuka atau cara tertutup. Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit-fasia sampai ketulang yang patah. Pen dimasukkan melalui ujung trokanter mayor bantuan image intensifer. Tulang direposisi dan pen dapat masuk kedalam fragmen bagian distal melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas.

2.2        Konsep Nyeri
2.2.1  Definisi Nyeri
          Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan , yang didefinisikan dalam berbagai perspektif (Andarmoyo, 2013)
          Nyeri adalah pengalaman pribadi  ,subyektif yang di pengaruhi oleh budaya, persepsi seseorang, perhatian, dan variable-variabel psikologis lainnya,  yang mengganggu perilaku berkelanjutan dan memotivasi setiap orang untuk menghentikan rasa tersebut (Tamsuri, 2007)
2.2.2        Klasifikasi Nyeri
1)      Nyeri akut
              Nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau intervensi bedah , dan memiliki awitan yang cepat dengan intesnsitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu yang singkat . Untuk tujuan intervensi berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan . Fungsi nyeri akut ialah member peringatan akan suatu cedera atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut dapat berhenti dengan sendirinya (self-limiting) dan akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang terjadi kerusakan .
2)      Nyeri Kronik
                  Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu . Nyeri kronik berlangsung lama , intensitas yang bervariasi , dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik tida punya awitan yang di tetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk di obati karena biasanya nyer ini tidak memberikan respon terhadapa pengobatan yang di arahkan kepada penyebabnya . (Andarmoyo , 2013)
2.2.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Respon  Nyeri
a)      Usia : pada anak memiliki kesulitan memahami nyeri, sedangkan lasia biasanya melaporkan nyerinya bersumber lebih dari 1 sumber
b)      Jenis Kelamin : beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin dalam memaknai nyeri .
c)      Makna nyeri : makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri .
d)     Perhatian : tingkat seseorang memfokuskan perhatiannya pada nyer dapat mempengaruhi persepsi nyeri .
e)      Ansietas : Ansietas sering kali meningkatkan persepsi nyeri , namun nyeri juga dapat menyebabkan perasaan ansietas .
f)       Keletihan : keletihan yang di sebabkan seseorang akan meningkatkan persepsi nyeri
g)      Pengalaman nyeri sebelumnya : apabila individu sudah sejak lama sering mengalami episode nyeri tanpa pernah sembuh maka ansietas dapat muncul dan mempengaruhi persepsi nyeri .  




2.3      Konsep Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
1. Anamnesa
Pengkajian  merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan peengumpulan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat , 2011).
1)         Identitas
a)         Umur : rata - rata pasien fraktur, adalah pasien usia remaja hingga dewasa muda (>15tahun – 35 tahun).
b)         Pekerjaan : rata - rata pasien fraktur, adalah pasien dengan pekerjaan di lapangan (seperti : pekerja bangunan), olahragawan atau atlet.
c)         Jenis kelamin : rata- rata pasien dengan fraktur adalah laki-laki, kaena bergerak lebih aktif dan dinamis
2)         Keluhan utama
Daerah cedera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkan syok neurogenik
3)         Riwayat penyakit sekarang
Pasien sering mengeluh Nyeri terus-menerus dan bertambah berat, dan saat di inspeksi dan palpasi adanya krepitus, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulitterjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera, pemendekan tulang (pada fraktur panjang) dan hilangnya fungsi dan deformitas (perubahan bentuk).
4)         Data psikososial
Biasanya pada kasus ini pasien mengalami gelisah, cemas dan ketakutan tentang dampak dari fraktur femur tersebut.
5)            Pola aktivitas dan kegiatan sehari-hari
Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena akan mempengaruhi pola aktivitas klien.
2.   Pemeriksaan Fisik
a)   Keadaan umum : ada kalanya pasien dengan fraktur femur mengalami penurunan Kesadaran, bisa juga di sebabkan karena adanya syok hypovolumik .
b)   Tanda tanda Vital :
                                      i.   Tekanan Darah : kaji peningkatan tekanan darah sebagai akibat dari nyeri, atau penurunan tekanan darah karena syok.
                                    ii.    Frekuensi Nafas : Kaji peningkatan sebagai akibat dari menahan rasa nyeri
                                  iii.   Frekuensi Nadi : Kaji peningkatan sebagai respon dari nyeri dan syok
                                  iv.   suhu : Kaji Peningkatan suhu , bisa jadi akibat dari adanya infeksi pada luka.

c)      Kepala :
                                      i.   Inspeksi : Perhatikan adanya cairan yang merembes keluar atau tidak, adanya luka atau lesi pada kulit kepala,  perhatikan penyebaran rambut dan warna
                                    ii.   Palpasi : perhatikan nyeri tekan saat kepala di raba, juga apakah ada krepitasi pada tulang tengkorang
d)     Mata :
i)        Inspeksi : perhatikan kesimetrisan pupil, reflek pupil, kaji warna dari konjugtiva , jika pucat maka ada indikasi adanya syok hypovolumik, amati warna sclera, selain itu kaji adanya tanda braile hematoem / battle sign
e)      Mulut
i)  Inspeksi : kaji adanya pendarahan di dalam mulut , jumlah gigi, atau adanya benda asing lainnya.
ii) Palpasi : kaji adanya krepitasi atau nyeri tekan pada tulang maxilla-mandibula
f)       Hidung
                                      i.            Inspeksi : kaji adanya keluaran cairan dari hidung, kesimetrisannya.
                                    ii.            Palpasi : kaji adanya jejas/ luka pada hidung, adanya nyeri tekan
g)      Telinga :
                                      i.            Inspeksi : perhatikan adanya cairan yang keluar dari telinga, adanya luka atau jejas di telinga belakang (tulang mastoid)
h)      Leher
                                i.                  Inspeksi : Kaji adanya jejas/luka di leher dan sektar bahu, kesimetrisan tenggorokan,
                                 ii.               Palpasi : kaji adanya Pembesaran kelenjar tyroid, bendungan vena jugular.
i)        Dada
                                   i.               Inspeksi : Kaji gerakan nafas, jejas/luka di dada
                                 ii.               Palpasi : kaji adanya nyeri tekan, vocal fremitus
                               iii.               Auskultasi Paru : Kaji adanya Ronchi, Wheezing dan bunyi nafas tambahan lainnya.
                               iv.               Auskultasi Jantung : Kaji gallop, S1, S2, mur-mur
                                 v.               Perkusi : Kaji suara sonor/hypersonor/pekak/redup
j)  Perut
                                   i.               Inspeksi : Kaji adanya jejas/luka di perut, ketegangan dinding perut
                                 ii.               Palpasi : kaji adnya nyeri tekan pada kuadran I,II,III,IV
                               iii.               Auskultasi : kaji intensitas bising usus.
                               iv.               Perkusi : Kaji suara Tympani/hypertympani
k)      Punggung :
                                   i.               Inspeksi : Kaji adanya jejas atau luka
                                 ii.               Palpasi : Kaji adanya nyeri tekan, penonjolan tulan, krepitasi, vocal fremitus

j)        Panggul
                                   i.               Inspeksi : kaji adanya luka atau jejas, cek mobilisasi panggul, deformitas bentuk panggul
                                 ii.               Palpasi : Kaji krepitasi dan nyeri tekan.
k)      Ekstremitas
                                      i.            Inspeksi : Kaji adanaya luka terbuka pada Ektremitas atas-bawah, kesimetrisan bentuk, oedema, CRT (Capillary Refill Time) ,warna dan kelembapan akral.
                                    ii.             Palpasi : Kaji adanya Nyeri Tekan, krepitasi, suhu akral, cek sensori pada kulit pasien , raba frekuensi nadi
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
            Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan potensial atau aktual.(Carpenito, 2007). Sesuai Teori, Pada Fraktur Femur dapat di temukan diagnose keperawatan sebagai berikut :
1.      Nyeri akut
2.      Kerusakan integritas kulit  
3.      Hambatan mobilitas fisik
4.      Resiko Infeksi
5.      Resiko syok (hipovolumic)
6.      Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
7.      Defisit pearawatan diri (NANDA, 2013)

2.3.3 Intervensi
               Perencanaan merupakan  suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan yang membutuhkan berbagai pengetahuan dan keterampilan, diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktik keperawatan, peran dari tenaga kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan, menulis instruksi keperawatan, dan bekerja sama dengan tingkat kesehatan lain (Alimatul Aziz, 2006).
Berikut  ini adalah Intervensi Keperawatan untuk Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera fisik .
1.         Tujuan : setelah dilakukan Tindakan keperawatan kurang lebh 3X24 Jam masalah nyeri akut dapat berkurang atau hilang.
2.         Kriteria Hasil :
a)         Mampu mengontrol nyeri (tahupenyebab nyeri, mampu menggunakan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
b)         Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
c)         Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d)        Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
3.         Intervensi
Terbagi menjadi Dua bagian penting yaitu :
Pain management :
a)  Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif termasuk mengenai lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
b)  Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c)  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
d)  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri. Evaluasi pengelaman nyeri masa lampau.
e) Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyei masa lampau.
f)  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti: suhu ruangan , pencahayaan, dan kebisingan.
g) Kurangi factor presipitasi nyeri.
h) Pilih dan lakukan penanganan nyeri(farmakologi, non farmakologi, dan inter personal).
i)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi.
j) Ajarkan tentang tekhnik non-farmakologi.
k) Berikan Analgesik untuk mengurangi nyeri.
l) Evaluasi keefektifan control nyeri.
m)Tingkatkan istirahat.
Analggesic administration
a)  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
bMonitor penerimaan tentang manejemen nyeri.
c) Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
d)Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi. Cek riwayat alergi.
e) Pilih analgesik yang di perukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu.
f) Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
g) Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.
h) Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur.
i) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali.
j)  Berikan Analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat. Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala (NANDA, 2013).


2.3.4   Implementasi
     Merupakan langkah keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah diencanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam hal ini perawat harus mengetahui  berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien,teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak–hak pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi.
   Jenis tindakan keperawatan  dalam tahap pelaksanaan terdapat dua jenis yaitu tindakan keperawatan mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, 2009).
2.3.5 Evaluasi
   Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara malakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menggabungkan tindakan kepearawatan pada kriteria hasil.

Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses keperawatan belangsung atau menilai dari respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (Hidayat, 2009)

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1    Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus tentang asuhan keperawatan fraktur femur dengan nyeri akut di paviliun Asoka RSUD Jombang, yang meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
3.2    Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1        WaktuPenelitian
            Sejak dilakukan pengkajian sampai 5 hari perkembangan pasien.
3.1.2        Tempat Penelitian
Penelitian di laksanakan di Paviliun Asoka RSUD Jombang.
3.3    Subyek Penelitian
Adapun jumlah subyek penelitian adalah dua pasien dewasa yang bersedia menjadi responden dengan masalah keperawatan yang sama, yaitu fraktur femur dengan nyeri akut sejak hari pertama di paviliun Asoka RSUD Jombang.
3.4    Pengumpulan Data
Menurut Burns dan Grove (1999) dalam Nursalam (2013), pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian. Dalam penelitian studi kasus ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah :

3.4.1        Data primer
Data diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data. Dalam penelitian ini data primer meliputi :
1)        Wawancara
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Peneliti melakukan wawancara dengan pasien fraktur femur dengan nyeri akut di Paviliun Asoka RSUD Kabupaten Jombang. Wawancara yang dilakukan peneliti meliputi :
a)      Identitas pasien dan keluhan utama.
b)      Riwayat penyakit sekarang, yaitu : tentang penyakit fraktur terutama apa yang dikeluhkan pasien pada saat fraktur terjadi.
c)      Riwayat penyakit dahulu, yaitu : mengenai apakah pasien sebelumnya pernah menderita penyakit fraktur .
d)     Riwayat penyakit keluarga, yaitu : mengenai apakah dalam keluarga ada salah satu anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit fraktur .
e)      Pola fungsi kesehatan mencapai pola persepsi dan tata laksana hidup sehat, pola nutrisi dan metabolisme, eliminasi, tidur dan istirahat, aktivitas dan latihan, hubungan dan peran, persepsi dan konsep diri, pola sensorik dan kognitif, reproduksi seksual, penanggulangan stres, pola tata nilai dan kepercayaan.


2)        Observasi pemeriksaan fisik
Observasi atau pengamatan merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Pengamatan dapat dilakukan dengan seluruh alat indera, tidak terbatas hanya pada apa yang dilihat.
Metode Observasi di bagi menjadi 4 cara atau yang lebih dikenal dengan IPPA (Inpeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi), berikut adalah observasi yang harus dilakukan :
a)      Penilaian Keadaan umum : menilai tingkat Kesadaran (GCS)
b)      Tanda tanda Vital :
i)        Tekanan Darah
ii)      Frekuensi Nafas (RR)
iii)    Frekuensi Nadi (HR)
iv)    Suhu
c)      Kepala :
i)        Inspeksi : adanya cairan, adanya luka atau lesi,  penyebaran dan warna rambut.
ii)      Palpasi : nyeri tekan di kepala, krepitasi pada tulang tengkorak
d)     Mata :
i)        Inspeksi : kesimetrisan pupil, reflek pupil, kaji warna konjugtiva, warna sclera, tanda braile hematoem / battle sign

e)      Mulut
i)    Inspeksi: pendarahan di dalam mulut , jumlah gigi, atau adanya benda asing lainnya.
ii)   Palpasi : krepitasi atau nyeri tekan pada tulang maxilla –mandibula
f)       Hidung
i)        Inspeksi : keluaran cairan dari hidung, kesimetrisannya
ii)      Palpasi : jejas/ luka pada hidung, adanya nyeri tekan
g)      Telinga :
i).  Inspeksi : perhatikan adanya cairan yang keluar dari telinga, adanya luka atau jejas di telinga belakang (tulang mastoid)
h)      Leher
                                                        i.            Inspeksi : Kaji adanya jejas/luka di leher dan sektar bahu, kesimetrisan tenggorokan,
                                                      ii.            Palpasi : kaji adanya Pembesaran kelenjar tyroid, bendungan vena jugular.
i)        Dada
                                                        i.            Inspeksi : Kaji gerakan nafas, jejas / luka di dada
                                                      ii.            Palpasi : kaji adanya nyeri tekan, vocal fremitus
                                                    iii.            Auskultasi Paru : Kaji adanya Ronchi, Wheezing dan bunyi nafas tambahan lainnya.
                                                    iv.            Perkusi : Kaji suara sonor /hypersonor /pekak /redup
                                                      v.            Auskultasi Jantung : Kaji gallop, S1, S2, mur-mur

j) Perut
i)     Inspeksi : Kaji adanya jejas/luka di perut, ketegangan dinding perut
ii)    Palpasi :kaji adanya nyeri tekan pada kuadran I,II,III,IV
iii)       Auskultasi :kaji intensitas bising usus.
iv)       Perkusi : Kajisuara Tympani/hypertympani
k)      Punggung :
i)        Inspeksi : Kaji adanya jejas atau luka
ii)      Palpasi : Kaji adanya nyeri tekan, penonjolan tulang, krepitasi, vocal fremitus
l)        Panggul
i)           Inspeksi : kaji adanya luka atau jejas, cek mobilisasi panggul, deformitas ,bentuk panggul
ii)         Palpasi : Kajikrepitasidannyeritekan.
m)    Ekstremitas
i)           Inspeksi :Kaji adanaya luka terbuka padaEktremitas atas-bawah, kesimetrisan bentuk, oedema, CRT, warna dan kelembapan akral.
ii)         Palpasi : Kaji adanya Nyeri Tekan, krepitasi, suhu akral, cek sensori pada kulit pasien , raba frekuensi nadi




3.4.2        Data sekunder
Data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya (Saryono, 2010). Dalam penelitian ini data primer meliputi :
1)      Studi dokumentasi
Adalah semua bentuk sumber informasi yang berhubungan dengan dokumen. Pengambilan kasus ini akan menggunakan catatan yang ada di list / status pasien untuk memperoleh informasi data medik yang ada di PaviliunAsoka RSUD Kabupaten Jombang.
2)      Studi  kepustakaan
Merupakan bahan-bahan pustaka yang sangat penting dalam menunjang latar belakang teoritis dalam suatu penelitian. Pada kasus fraktur femur dengan nyeri akut dibutuhkan bahan referensi yang bersumber pada jurnal, buku-buku, website dari direktorat jenderal pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan kementerian kesehatan Republik Indonesia dari tahun 2006-2014.
3.5      Uji Keabsahan Data
Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau informasi yang di peroleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Uji keabsahan data dilakukan dengan :
1)      Memperpanjang waktu pengamatan
2)      Menggali sumber informasi tambahan menggunakan tiga sumber data utama yaitu pasien fraktur femur dengan nyeri akut, keluarga pasien  dan tenaga kesehatan yang berada di paviliun asoka RSUD Jombang.
3.6      Analisa data
Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya di interprestasikan oleh peneliti disbandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisa data adalah :
3.6.1        Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, dokummentasi. Kemudian hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkrip.
3.6.2    Mereduksi data
Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip. Data obyektif analisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostic kemudian dibandingkan nilai normal.
1.  Penyajian data
Penyajian data dapat dilakukan dengan table dan teks naratif, kerahasiaan dari responden dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari responden.
2.   Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan hasil hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi.

3.7      Etika Penelitian
Dicantumkan etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :
1.      Informed Consent (persetujuan menjadi responden)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya (Hidayat, 2011)
2.      Anonimity (tanpa nama)
Merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2011).
3.      Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2011)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar